DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan di jaman modern seperti saat ini sangatlah penting dan telah
dimanfaatkan perkembanganya. Karena semua bidang kehidupan memanfaatkan
perkembangan tersebut, mulai dari sektor terkecil hingga ke sektor-sektor besar
yang digunakan untuk menunjang perekonomian suatu Negara. Oleh sebab itu,
keberadaan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah dibutuhkan oleh
seluruh umat didunia ini karena bila ilmu pengetahuan hanya berhenti pada suatu
titik dan tidak mampu berkembang menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan umat manusia maka akan fatal akibatnya bagi kelangsungan
masing-masing individunya.
Sedemikian pentingnya ilmu
pengetahuan tersebut, hingga Allah STW. berfriman dalam Al-qur’an yang berbunyi
: “Wahai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila
dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang
kalian kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah: 11).
Namun sebagian dari kita tidak
banyak yang tahu bahwa sesungguhnya islamlah agama yang sangat berjasa dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di jaman modern seperti saat ini. Sebab
ilmuan-ilmuan muslimlah yang menemukan teori-teori guna mempermudah kehidupan
manusia. Juga untuk digunakan sebagai alat
pembuktian akan kekuasaan serta ke-Esaan Allah SWT. terhadap alam smesta
ini. Adapun ilmuan muslim yang dimaksud diantaranya adalah :
1.
Ibnu
Hayyan (731 M - 815 M)
2.
Al
Khawarizmi (768 M - 840 M)
3.
Al
Kindi (801 M – 873 M)
Dengan teori-teori yang berhasil
mereka ciptakan itulah yang mampu mempermudah kehidupan manusia saat ini.
Ilmu pengetahuan itu sendiri
merupakan panduan atau petunjuk yang telah diberikan oleh Tuhan kepada umat
manusia sebagai bekal untuk menjadi khalifah dalam mengelola dunia ini. Ibarat
ketika kita membeli suatu barang elektronik maka kita akan dibekali buku panduan
oleh produsennya guna dipelajari sehingga dapat menemukan cara terbaik dalam
menggunakan, merawat serta memperbaiki barang elektronik tersebut. Begitupun
dengan ilmu yang kita miliki saat ini, harus digunakan, dimanfaatkan serta di
amalkan dengan tujuan yang baik agar sesuai dengan fitrahnya.
Oleh sebab itu, maka sangatlah
penting agar kita semua mengetahui lebih dalam mengenai ilmu pengetahuan dalam
agama islam terutama perannya terhadap peradaban dunia hingga saat ini.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
terinci sebagai berikut:
1.
Bagaimana
konsep umum pengetahuan dalam islam ?
2.
Kedudukan
Ilmu pengetahuan dalam islam ?
3.
Seperti
apa etika islam dalam perkembangan iptek ?
4.
Siapa
saja ilmuan-ilmuan muslim pada zaman keemasan Islam ?
3.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.
2.
Mengetahui
para ilmuan muslim yang telah berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
3.
Mengetahui
kontribusi islam dalam perdaban ilmu pengetahuan hingga saat ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Defenisi nilai Pendidikan islam
Nilai pada
dasarnya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Secara
filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika dan biasa juga disebut
filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan
perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Adapun
yang menjadi sumber nilai dalam islam yakni al-qur’an dan hadis.
Kedua sumber tersebut adalah sumber utama dari kajian tentang nilai-nilai dalam
kehidupan umat islam.
Secara etimologi, kata
pendidikan dalam bahasa yunani dikenal dengan paedagogos yang berarti
menuntun anak. Dalam bahasa romawi dikenal dengan educare yang
berarti membawa keluar (sesuatu yang ada di dalam). Bahasa belanda menyebut
pendidikan dengan nama apvoeden yang
berarti membesarkan atau mendewasakan, atau voden artinya
memberi makan. Dalam bahasa inggris disebutkan dengan
istilah educate/education yang berarti to give moral
and intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih
intelektual.
Menurut abdul
fatah jalal pendidikan adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman,
pengertian, tanggungjawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi penyucian
(tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang menjadikan
diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima
al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat baginya.
Dari beberapa
defenisi diatas baik dari perspektif etimologis maupun terminologi,
benang merah yang bisa kita tarik adalah bahwa pendidikan merupakan suatu wadah
yang bertujuan mendewasakan umat manusia. Mendewasakan dalam artian mengantar
manusia ke tingkat yang berahlak, berilmu, dan mampu hidup secara sosial.
Jadi, Nilai
pendidikan islam adalah nilai moral yang menjadi tolak ukur tindakan dan
perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya yang di ajarkan melalui
lembaga-lembaga pendidikan.
2.
Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal
dari bahasa Arab علم, masdar dari عَـلِمَ
– يَـعْـلَمُ
yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam
bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan
dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang
sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang
sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
pengetahuan. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan
ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954:5) “Pengetahuan yang
didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.
3.
Syarat-syarat ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan khusus
tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah
sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
a. Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya
dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.
Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara
tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
b. Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c. Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu
yang ketiga.
d. Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum
(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial
menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks
dan tertentu pula.
4.
Kedudukan Ilmu
Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam
ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-qur’an yang memandang
orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi
yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al-qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadianya di
gunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana
tercermin dari Al- qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa
yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Mahadi Ghulsyani
(1995; 39) sebagai berikut:
‘’Salah satu
ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap
masalah ilmu (sains), Al-qur’an dan Al–sunah mengajak kaum muslim untuk mencari
dan mendapatkan Ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat tinggi’’
Allah SWT. berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 :
“Allah
meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). Dan
ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
ayat di
atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang
tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut
ilmu, dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya
manusia dihadapan Allah SWT, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah SWT bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan
dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba–hambanya hanyalah ulama (orang berilmu); (surat faatir:28)
Disamping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, Al-qur’an juga mendorong
umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti tercantum dalam Al-qur’an surat Thaha
ayat 114:
“Dan
katakanlah, tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan “.
dalam
hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi
sangat penting, dan islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca, sebagaimana
terlihat dari firman Allah SWT. yang pertama diturunkan, yaitu surat Al-Alaq
ayat 1 sampai dengan ayat 5 yang artinya:
1. Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia
dengan perantaraan tulis baca
Ayat–ayat trersebut, jelas merupakan
sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu,
untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan
Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan
menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga
ilmu akan membuahkan amal, sehingga Nurcholis Madjid (1992: 130) meyebutkan
bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini
seolah menengahi antara iman dan amal .
Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana
bagi manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang
menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh
para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi
kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Di samping
ayat–ayat Al-qur’an, banyak juga hadist yang memberikan dorongan kuat untuk
menuntut Ilmu antara lain hadist berikut:
Ø “Carilah ilmu walai sampai ke negeri Cina, karena
sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (hadist riwayat
Baihaqi).
Ø “Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena
sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya malaikat
akan meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia
tuntut“ (hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Ø Dari hadist tersebut di atas, semakin jelas komitmen ajaran
Islam pada ilmu, dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat
islam tanpa mengenal batas wilayah.
5.
Klasifikasi Ilmu
menurut ulama Islam.
Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana
kedudukan ilmu dalam ajaran Islam. Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan
para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis
nabimenunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap
muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus
dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu
tertentu saja?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu
dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para
ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang
masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi
setiap muslim. Syech Zarnuji dalam
kitab Ta’limu al-Muta‘alim ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim menyatakan : “Ketahuilah
bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala
ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu al- hal)
sebagaimana diungkapkan, sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus
–bagus amal adalah menjaga perbuatan.”
Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah, maka wajib
bagi manusia (Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata
cara tersebut, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji, mengakibatkan
wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya
semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat disayangkan bahwa beliau
tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain Ilmu Hal tersebut lebih jauh di
dalam kitabnya.
Sementara itu Al
Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua
kelompok yaitu:
a.
Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara
amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu
wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in. Lebih jauh Al
Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan
segala cabangnya , seperti yang tercakup dalam rukun Islam.
b.
Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap
ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi. yang
termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu
kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik,
bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan
penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu
ke dalam dua kelompok yaitu :
a.
Ilmu yang merupakan suatu yang alami
pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
b.
Ilmu yang bersifat tradisional
(naqli).
Dalam
penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
a.
Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu
hikmah dan falsafah. Yaitu ilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena
alam berpikirnya, yang dengan indra - indra kemanusiaannya ia dapat sampai
kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek
pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada
mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia
berpikir.
b.
Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli
dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari
pembuat konvensi syara.
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok
pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu
diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu
Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran
syariat dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama
kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok yaitu :
a.
Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu
Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis
dan al hadis.
b.
Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana
akal pikiran memegang peranan penting.
c.
Al maksyufat adalah ilmu yang
diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran
spekulatif
Selain
itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu
:
a.
Ilmu al husuli, yaitu ilmu
pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori.
b.
Ilmu al huduri, yaitu ilmu
pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional
akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak
bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana
dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli.
6.
Pengertian filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari
kata “philo” berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu
menurut Ir. Pudjawijatna Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya,
yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu .
Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan
mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti
dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
filsafat dan jawabannya bersifat mutlak. Menurut Sidi Gazlba Pengetahuan ilmu
lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen) ;
batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian.
Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio)
manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun
demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatuyang diluar alam, yang disebut oleh
agama Tuhan. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan
kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.
7.
Pengertian Filsafat
Ilmu
Adanya perbedaan
makna antara pengetahuan dan ilmu menurut pandangan filsafat,
memiliki arti bahwa ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan. filsafat ilmu pada dasarnya merupakan upaya untuk menyoroti
dan mengkaji ilmu, dia berkaitan dengan pengkajian tentang obyek ilmu,
bagaimana memperolehnya serta bagaimana dampai etisnya bagi kehidupan
masyarakat. Secara umum kajian filsafat ilmu mencakup 3 aspek, yaitu :
a.
Ontologi, Pengetahuan yang dikaji memiliki bidang studi yang jelas,
dapat diidentifikasi, dapat diberi batasan, dan memiliki sifat essensial. Aspek ontologis berkaiatan dengan obyek
ilmu. Setelah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian
ontologi, Amsal Bakhtiar menyimpulkan sebagai berikut:
a)
Menurut
bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos = ada, dan Logos
= Ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
b)
Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (kongkret) maupun
rohani (abstrak).
Dalam pemahaman
ontologi, ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
a)
Monoisme
Paham ini
menganggap bahwa hakekat yang berasal dari keseluruhan itu hanyalah satu saja,
tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja sebagai sumber yang asal, baik
yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Istilah monisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan block universe.
Paham ini kemudian terbagi ke
dalam dua aliran:
Materialisme
Aliran ini
menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran yang
sering juga disebut dengan naturalisme beranggapan bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya (jiwa dan ruh)
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh itu
hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu
cara tertentu.
Dalam
perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini timbul tenggelam
seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai oleh filsafat dan agama.
Alasan mengapa aliran ini dapat berkembang, sehingga memperkuat dugaan bahwa
yang merupakan hakekat adalah:
·
Pada
pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir.
·
Penemuan-penemuan
menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa
jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani
·
Dalam
sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti padi.
Idealisme
Idealisme
diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh atau sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakekat benda adalah ruhani, spirit dan
sebagainya adalah:
·
Nilai
ruh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia.
Ruh itu dianggap sebagai hakekat sebenarnya.
·
Manusia
lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
·
Materi
adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi
itu saja.
b)
Dualisme
Aliran ini
memandang bahwa hakekat itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat
ruh. Materi bukan berasal dari ruh, dan ruh bukan berasal dari benda. Keduanya
sama-sama hakekat.
c)
Pluralisme
Paham ini
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak
unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
d)
Nihilisme
Nihilisme
berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada. Doktrin tentang nihilisme
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias yang memberikan
tiga proposisi tentang realitas.
·
Tidak
ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
·
Bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
·
Sekalipun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain.
e)
Agnostisisme
Paham ini
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik itu
hakekat materi maupun hakekat ruhani. Kata agnostosisme berasal dari bahasa Grik
Agnostos yang berarti unknown. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret
akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini
dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap
kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani.
b.
Epistimologi,
Pengetahuan memiliki metode kerja yang jelas. Proses perolehan bidang studi
atau objek tersebut memenuhi metode deduksi, induksi, atau eduksi. Pada metode
deduksi, proses pengolahan bidang studi diuraikan dari suatu bidang yang
sempit, sedangkan metode induksi, ilmu tersebut berproses dari bidang yang luas
dan dikerucutkan menjadi bidang tertentu.
Epistimologi
atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya:
a)
Metode
Induktif
Induksi adalah suatu metode yang
menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum.
b)
Metode
Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang
menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu
sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif
adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori itu bersifat
empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian
teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa
ditarik dari teori tersebut.
c)
Metode
Positivisme
Metode yang dikeluarkan oleh
August Comte ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang
positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang ada
sebagai fakta. Oleh karena itu, metode ini menolak metafisika. Apa yang
diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala.
d)
Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya
keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga
objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
e)
Metode
Dialektis
Dalam filsafat, dialektika
mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Kini,
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang
terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari, dialektika berarti
kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan, ini merupakan
bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran, tetapi pemikiran itu
seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
c.
Aksiologi ,
Pengetahuan atau bidang studi memiliki nilai guna dan manfaat. Dalam artian,
tidak terdapat kerancuan, atau pun sifat kontradiktif (koheren). aspek axiologis berkaitan dengan pemanfatan
ilmu
Aksiologi
berasal dari perkataan axios yang berarti nilai, dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumatri, aksiologi adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Amsal bakhtiar telah mengutip
beberapa pendapat ahli mengenai definisi aksiologi dan menyimpulkan bahwa dalam
aksiologi, permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada
permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika”
dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua,
etika merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain.
Etika menilai
perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika
adalah norma-norma kesusilaan manusia. Dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di
dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Estetika
berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Menurut Kattsoff (2004) estetika merupakan suatu teori yang
meliputi, (1) penyelidikan mengenai yang indah, (2) penyelidikan mengenai
prinsip-prinsip yang mendasari seni, dan (3) pengalaman yang bertalian dengan
seni, termasuk di dalamnya masalah penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan
perenungan terhadap seni.
8.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah semua yang diketahui 1 ini tentu bukanlah definisi
pengetahuan,tetapi itu sudah lumayan untuk menjelaskan apa pengetahuan itu.
Dalam pembicaraan sehari-hari sering kali dengar dengan istilah pengetahuan
umum dan pengetahuan agama.
a.
Pengetahuan Umum
Pengetahuan sains adalah jenis pengetahuan manusia yang pertama.dalam
bahasa indonesia yang pertama,pengetahuan ini disebut ilmu. Orang indonesia
menyebut "sains" dengan"ilmu pengetahuan". Dalam bentuknya
yang baku (hingga kini)pengetahuan sains mempunyai paradigma dan metode
tertentu. Paradigmanya ialah paradigma sains,metodenya disebut metode sains.
Lanjutan pengetahuan sains yakni pengetahuan jenis kedua yang disebut
dengan pengetahuan filsafat. Paradigma untuk pengetahuan filsafat kita sebut
paradigma logis, metodenya disebut metode rasional yang mengandalkan pemikiran
akal. Cara kerja metode ini sulit dijelaskan, yang dapat dikatakan ialah
"mencari kebenaran tentang sesuatu dengan cara memikirkannya secara
logis".
Pengetahuan mistik adalah jenis pengetahuan yang ketiga, yakni segala
pengetahuan yang diperoleh lewat hati, diperoleh dengan cara melatih hati agar
dapat merasakan, menangkap pengetahuan yang tidak dapat ditangkap oleh akal
dikepala. Pengetahuan jenis ini objeknya diluar logika,yaitu supralogis.
b.
Pengetahuan Agama
Bila agama adalah wahyu tuhan, maka Al-qur'an itu isinya ada yang dapat
dipahami secara sains, ada yang dapat dipahami secara filsafat, dan kebanyakan
dapat dipahami secara mistik. Dilihat dari segi lain seluruh ayat Al-qur'an
harus diterima dengan yakin, berarti semuanya masuk pengetahuan mistik. Jadi
Al-qur'an itu isinya ada yang sains, logis, dan mistik.
Diatas itu ialah satu cara
membagi pengetahuan manusia. Ada lagi cara membagi yang lain, yaitu:
a)
Pengetahuan yang diwahyukan, yaitu pengetahuan yang
diterima, ini adalah pembagian menurut islam.
b)
Pengetahuan yang diperoleh, maksud diperoleh ialah
dicari sendiri oleh manusia. Yang dimaksud dengan pengetahuan agama atau ilmu
agama ialah penegtahuan yang diwahyukan, yaitu penegtahuan tentang Al-qur'an dan
hadits serta semua pengetahuan tentang isinya yang biasanya dikembangkan dalam
tradisi islam. Menurut islam, pengetahuan tidak ada segi baiknya bila tidak menunjukkan
kepada hakikat pertama alam ini ialah Allah.
9.
Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan merupakan dua persoalan yang takkan selesai-selesai persoalannya,
dalam ajaran Rasulullah SAW jauh sebelumnya telah menganjurkan kita untuk
selalu mencari ilmu pengetahuan banyak hadis rasulullah SAW terkait masalah
anjuran untuk menuntut ilmu pengetahuan diantaranya “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai lian lahad”.
Hadis lain
“bila hendak menginginkan kebahagiaan dunia maka tuntutlah
ilmu demikian juga siapa yang menginginkan kabahagiaan akhirat maka haruslah
dengan ilmu bahkan siapa yang menginginkan kebahagian dunia dan akhirat maka
harus dengan ilmu”
Masih banyak lagi hadis maupun ayat tentang perintah
menuntut ilmu, hal ini menunjukkan betapa islam sangat memandang penting ilmu
pengetahuan, anjuran isalm dalam mengarungi ilmu banyak sekali kita temukan
baik itu ayat al quran, hadis, anjururan oleh para ulama, samapai pada pengajar
dilembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal maupun nonformal.
10. Hakikat Ilmu
Pengetahuan
Menurut Quraish
Shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali dalam al-Qur'an. Kata
ini digunakan dalam proses pencapaian tujuan. Ilmu dari segi bahasa berarti
kejelasan. Jadi ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas tentang sesuatu.
Pengetahuan yang tidak jelas dari segi ontology, epistimologi, maupun aksiologi
di dalam Islam tidak dianggap sebagai ilmu walaupun orang menyebutnya ilmu
juga. Persoalan hakikat ilmu pengetahuan atau apa sebenarnya pengetahuan
(ontology) telah menjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum idealis.
Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris, dengan
pengertian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal atau
indera yang bersifat empiris dan terdapat di alam materi yang ada di dunia ini.
Sedangkan menurut kaum idealis, termasuk Islam, ilmu pengetahuan bukan hanya
diperoleh dengan perantaraan akal dan indera yang bersifat empiris saja, tetapi
juga ada pengetahuan yang bersifat immateri, yaitu ilmu pengetahuan yang
berasal dari Allah sebagai khaliq (Pencipta) pengetahuan tersebut.
Perintah
al-Qur'an Untuk Mencari, Menemukan Dan Mempelajari Ilmu Perintah al-Qur'an
untuk mencari ilmu dapat dipahami dari dua aspek: 1. Al-Qur'an menyusuh manusia
menggunakan akal Ratio (akal) adalah merupakan salah satu dari perangkat
anugerah (hidayah) yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Berdasarkan
rumusnya ini, Marimba menyebutkan adalima unsure utama dalam pendidikan, yaitu
: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang
dilakukan secara sadar;(2) ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) ada yang
di didik atau si terdidik; dan (4) adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan
tersebut, dan (5) dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Sebagai
suatu agama,Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif
dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan
sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi
pedoman hidup sepanjang zaman atau hinggahari akhir. Islam tidak hanya mengatur
cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri
kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup
di dunia termasuk dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untukmengatur
masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut
adalah al-Qur'an danal-Sunnah. Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya
bersumber pada al-Qur'an dan Hadits sejak awal telah menancapkan revolusi
dibidang pendidikan dan pengajaran. Langkahyang ditempuh al-Qur'an
initernyataamat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia.
Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang
menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan
menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka dan seterusnya.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segalausaha dan perbuatan dari generasi tua
untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,kecakapannya, serta
keterampilannyakepada generasimuda untuk memungkinkannya melakukan fungsi
hidupnya dalampergaulanbersama, dengan sebaik-baiknya.corak pendidikan itu erat
kaitannya dengan corakpenghidupan, karena jika corak penghidupan itu berubah,
berubah pulalahcorak pendidikannya,agar si anak siapuntuk memasuki lapangan
penghidupanitu. Pendidikan itu memang suatuusaha yang sangatsulit dan rumit,
danmemakanwaktu yang cukup banyaklama, terutama sekali dimasa modern dewasa
ini. Pendidikan menghendakiberbagai macam teori dan pemikiran daripara ahli
pendidikan dan juga ahlidari filsafat,gunamelancarkanjalandan memudahkan cara-cara
bagipara guru dan pendidik dalam menyampaianilmu pengetahuan dan pengajaran
kepada para peserta didik. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan,sebaiknya
mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengandebat tiada
berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yangideal. Tidak adasatupun dari permasalahan kitamendesak
dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih
kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir, yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentuakanmenyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar. Filsafat pendidikan Islam itu
merupakan suatu kajian secara filosofis mengenaimasalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur'an dan al-Hadits sebagaisumber
primer, dan pendapat para ahli,khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber
sekunder. Dengan demikian, filsafat Pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau
filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam. Jadi ia bukan filsafat yang
bercorak liberal,bebas,tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran
filsafat pada umumnya. B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam Penjelasan
mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam
telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat adanya
beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian
tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau
filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang
kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa
mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran
yangmendasar, sistematik. Lgosi, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan,
yang tidak hanyadilatarbelakangi olehpengetahuan agama Islam saja, melainkan
menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.pendapat ini
memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti maslaah tujuan
pendidikan, maslaah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. C. Kegunaan
Filsafat Pendidikan Islam 1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. 2.
Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak
hanya menaruh perhatian pada segi keagaman saja dan tidak hanya dari segi
keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduannya sekaligus. 3.
Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan
memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar
menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya. 4.
Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia
dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertenu dan perusahaan tertentu,
supaya dapat iamencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara
dari segi kerohanian dan keagamaan. 5. Persiapan mencari rezeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat
agama atau akhlak, sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada
segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, aktivitasnya.
11. Pengembangan
Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Islam
a.
Bani
Abbasiah di Baghdad
Berbicara ilmu pengetahuan dalam sejarah islam, maka tidak lepas
dari masa daulah Abbasiah, yaitu sebuah pemerintahan yang didirikan pada tahun
132 H atau 750 M oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn
al-Abass, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas al-Saffah. Masa Daulah
Bani Abbasiah ini termasuk masa keemasan islam (the golden age of
islam). Penyebabnya adalah berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat
pesat.
Perkembangan ilmu pengatahuan dalam daulah Abbasiah ini
dirintis oleh khalifah yang ke 5, yaitu Abu Ja’far Harun al-Rasyid (786-806).
Dia melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh khalifah-khalifah
sebelumnya. Hanya saja, dia tidak memfokuskan pada perluasan daerah kekuasaan,
melainkan pada perkembangan kebudayaan islam. Apa yang diinginkan oleh Harun
Al-Rasyid diwujudkan dalam bentuk pembangunan-pembangunan sarana-sarana sosial
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, diantaranya: Rumah Sakit dan lembaga
pendidikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, serta
kesusasteraan terwujud dengan baik pada masa ini. Maka tak heran ketika di masa
ini islam menempatkan dirinya menjadi negara terkuat dan tak tertandingi.
Sesuatu yang dirintis oleh Harun al-Rasyid ini dilajutkan
oleh sang putra mahkota, al-Makmun. Khalifah yang berkuasa selama kurang lebih
20 tahun ini menjadikan ilmu pengetahuan semakin berkembang di dunia islam.
Salah satu cara yang ia tempuh adalah dengan melakukan penterjemahan berbagai
karya dari beberapa macam disiplin keilmuan kedalam bahasa Arab. Cara yang
dilakukan ini cukup efektif, karena orang islam akan dengan mudah mempelajari
berbagai ilmu yang sebelumnya tidak ditemukan dalam islam, semisal filsafat,
logika, dan lain sebagainya. Sehingga muncul pada periode ini beberapa filosof
muslim, seperti: al-Kindi dan al-Farabi.
Di samping menggalakkan penterjemahan, al-Makmun juga
mendirikan pusat penterjemahan yang sekaligus dijadikan pusat pendidikan yang
diberi nama Baitul Hikmah. Di tempat inilah orang islam semakin memiliki
pengetahuan luas. Pengetahuan yang akan memajukan peradaban islam. Pada masa
inilah, Baghdad yang tak lain sebagai pusat pemerintahan islam didaulat menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
b.
Bani
Umayyah di Andalusia
Bani Umayyah pertama kali didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu
Sufyan melalui politik Arbitrase. Masa keemasan Daulah Umayyah ketika dipimpin
oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan
atau sain masih belum tampak pada periode-periode ini sampai akhirnya Daulah
Umayyah hancur setelah direbut oleh Bani Abbasiah. Ketika semua keturunan Bani
Umayyah dibunuh, dan satu yang berhasil lari ke Spanyol, yaitu Abdurrahman
(756-788).
Bermula dari inilah, perkembangan Islam di Andalusia cukup
pesat. Perhatian pemerintah pada ilmu pengetahuan cukup terasa. Abdul Rahman
adalah seorang pemimpin yang terpelajar, berwibawa dan amat berminat di bidang
kesastraan. Karena begitu cintanya pada bidang itu, ia mendirikan satu tempat
khusus di dalam istanyanya yang diberi nama “Darul Madaniyat” untuk kegiatan
kesusasteraan untuk kalangan wanita Andalus.
Setelah masa Abdul Rahman, penggantinya juga adalah seorang
pemerintah yang menitikberatkan dibidang kelimuan. Jasa beliau yang terbesar
adalah tentang penyebaran bahasa Arab dan melemahkan bahasa aing di di seluruh
semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal). Beliau yang menjadikan bahasa arab
sebagai Lingua Franca dalam hubungan antar bangsa pada zamannya dan zaman
berikutnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menjadikan
kota-kota di Spanyol pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban yang
membuat banyak pelajar-pelajar Eropa menimba ilmu di sana. Andalusia sudah
mengetahui bahwa matahari sebagai pusat tata surya, sedangkan saat itu bangsa
Eropa masih memperdebatkan teori geosentris ptolemeus (bumi sebagai pusat
edar). Betapa jauh peradaban Andalusia. Pada saat itu, Andalusia merupakan
sebuah pusat pendidikan. Kota-kota seperti Toledo, Sevilla, Granada, dan
Cordoba adalah tempat yang pernah menjadi sejarah bagi kejayaan Islam hingga 5
abad lamanya.
Ilmuan-ilmuan pun akhirnya bermunculan saat itu. Ahli
matematika (Al-Khwarizmi, Orang pertama yang menulis buku berhitung dan
aljabar), ahli kedokteran (Al-Kindi penulis buku ilmu mata, Ar-Razi atau Rhazez
penulis buke kedokteran, Abu Al-Qasim al-Zahrawi ahli bedah, Ibnu Nafis penemu
sirkulasi darah, dan Ibnu Sina), ahli satra (Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, Ibn
Khaqan), ahli hukum, politik, ekonomi, astronomi (Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash,
penentu gerhana dan pembuat teropong bintang modern), ahli hadits dan fikih
(Ibnu Abdil Barr, Qadi Iyad), sejarah (Ibn Khaldun penemu teori sejarah), ahli
kelautan (Ibnu Majid). Bahkan penjelajah Andalusia menginjakkan kakinya di
Benua Amerika lima abad sebelum Christopher Colombus.
12.
Kegemilangan
Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Islam menganggap hanya manusia yang dihiasi dengan ilmu
pengetahuan saja, golongan yang benar-benar bertakwa kepada Allah.
Jelas di sini bahawa ilmu pengetahuan dalam Islam mengandung
satu arti ilmu yang menyeluruh dan berkesinambungan dan nilai yang tidak dapat
dipisahkan sama sekali. Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi
adalah antara cabang ilmu pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar
kepada kelangsungan tamadun manusia.
Istilah sains itu sebenarnya berasal dari kata Latin,
scientia dan pada bahasa Arab yang membawa pengertian sama yaitu ilmu
pengetahuan. Pada asalnya, ilmu sains ini merangkum semua cabang ilmu yang
dihasilkan oleh pemikiran manusia yang ahli seperti falsafah, matematik,
astronomi, geografi, geologi, fisika, kimia, pengobatan dan sebagainya. Semua cabang
ilmu itu disatukan dalam ilmu sains. Kemudian, apabila cabang ilmu itu semakin
berkembang dan luas pembahasannya, cabang ilmu itu mulai memisahkan diri dari
ilmu sains dan mulai membentuk identitas ilmunya sendiri. Maka, lahirlah ilmu
geografi, ilmu pengobatan, ilmu fisika dan lain-lain. Al-Quran sumber sains
Islam, bahkan al-Quran menganjurkan umat manusia baik beriman atau tidak,
supaya menyelidiki alam sebagai tanda membuktikan wujud dan kebesaran Allah.
Di dalam al-Quran ada lebih 750 ayat menyuruh umatnya supaya
belajar, merenung dan menggunakan akal dengan sebaik-baiknya mencari kebenaran
hakiki.
Kegemilangan tamadun Islam pada waktu itu melahirkan
beberapa tokoh ulama yang berjasa dan memberi sesuatu yang bermakna dalam
perkembangan sains kepada umat manusia . Yang lebih menarik, sumbangsih
pemikiran tokoh ulama Muslim mendapat tempat dan penghargaan tinggi di kalangan
sarjana dan orientalis Barat sehingga karya mereka menjadi teks rujukan utama
di Universitas Eropa dan juga diterjemahkan secara besar-besaran oleh sarjana
dan orientalis Barat. Yang berarti bahwa ulama sains Muslim terlebih dahulu
mempelopori bidang sains dan teknologi pada zaman dahulu.
Akhirnya, ilmu itu berpindah tangan ke Barat dan umat Islam
tertinggal dalam bidang itu. Di antara tokoh ulama tersebut ialah Ibnu Rusd
lebih terkenal sebagai ahli astronomi dengan bukunya yang banyak membahas
secara sistematik geografi matematik dan astronomi di samping mengemukakan
teori ahli astronomi Arab, Yunani dan India.
Begitu juga, seorang ulama bernama Muslim al-Farghani adalah
seorang pakar Astronomi berasal dari Farghana, Uzbekistan. Beliau mengarang
kitab al-Kamil fi al-Asturlab yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin
dengan judul Compendium sehingga menjadi rujukan utama di seluruh pelusuk
Eropa.
Di samping itu, muncul seorang ulama bernama Abu al-Raihan
Muhammad bin Ahmad terkenal dengan al-Biruni. Di kalangan orientalis, beliau
dianggap tokoh ilmuwan terbesar dan seorang experienmentalis ilmu yang tekun
pada abad pertengahan Islam.
Beliau menguasai dengan baik bidang matematik, kedokteran ,
farmasi , asronomi dan fisik. Al Biruni juga dikategorikan sebagai ahli
sejarah, geografi, kronologi, bahasa serta seorang pengkaji mengenai adat
istiadat dan sistem kepercayaan. Beliau juga seorang ulama Islam.
Di dalam bidang pengobatan, Islam melahirkan seorang tokoh
terkenal yaitu Abu Kasim al-Zahrawi sebagai seorang dokter dan ahli bedah
Muslim. Beliau juga dikenal di Barat dengan nama Abulcasis. Di dalam bidang
kedokteran, beliau dianggap perintis ilmu pengenalan penyakit (diagnosrie) dan
cara penyembuhannya (the rapeutif) penyakit telinga. Dialah juga yang merintis
bedah telinga untuk mengembalikan fungsi pendengaran. Bukan sekadar itu, beliau
juga pelopor pengembangan ilmu penyakit kulit (dermatologi).
Beliau tidak ketinggalan mengarang buku ensiklopedia
pengobatan yang berjudul Al-Tasrif Liman Anjaza al-Ta’lif (Medical Vademecum)
yang menerangkan dan melukiskan dengan jelas diagram tidak kurang dari 200
peralatan bedah. Beliau juga terkenal sebagai dokter gigi. Ensiklopedia itu
menjadi rujukan utama pengobatan di univercity Eropa.
Selain al-Zahrawi, Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Hasan
Ali ibnu Sina. Beliau dikenal Barat dengan nama Aveccina. Lahir pada tahun 370
H di Afghanistan. Beliau dapat mendalami semua jenis cabang ilmu dalam usia
yang muda hingga beliau dapat menguasai bidang logika, matematik, fisika,
politik, kedokteran dan falsafah di samping ilmu agama.
Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H dinobatkan sebagai
Fathers of Doctors. Beliau juga mengarang lebih 276 buah buku yang meliputi
pelbagai bidang ilmu seperti falsafah, geometri, kedokteran, astronomi, musik,
syair, teologi, politik, matematika, fisika, kimia, sastera, kosmologi dan
sebagainya.
Diantara karya terbesar beliau ialah Al-Qanun fi al-Tibb
himpunan segala disiplin ilmu yang beragam dan akhirnya diterjemahkan dalam
bahasa Inggris berjudul Canon of Medicine teks rujukan utama dalam bidang
pengobatan. Buku lain ialah al-Syifa yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris
The Book of Discovery dalam 18 jilid. Beliau pernah diberi julukan sebagai
Rajanya Dokter atau Medicorum Principal.
Selain diatas tokoh ulama terkenal dalam bidang pengobatan
ialah Abu al Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rushd yang terkenal di
Barat dengan gelar Averroce. Beliau seorang ulama, ahli falsafah ulung dan
pakar dalam bidang fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Beliau banyak
mengkaji astronomi dan pernah konsentrasi sebagai dokter dan kadi besar di
Cordoba.
Ibnu Rushd dikenal sebagai seorang perintis ilmu kedokteran
umum serta perintis mengenai ilmu jaringan tubuh (Histologi). Beliau juga
berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah serta penyakit cacar. Karya
beliau yang berjudul Al Kulliyyah fi al-Tibb sebanyak 16 jilid, karya terbesar
dan rujukan utama dalam bidang pengobatan. Kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Inggris dengan judul General Rules of Medicine.
Di dalam bidang kimia, muncul seorang tokoh ulama yaitu
Jabir ibnu Hayyan al Kufi (Geber). Beberapa karya terbesarnya diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Perancis. Diantaranya, Kitab Dacing, Kitab Raksa Timur
dan Kitab Kerajaan. Dia banyak memperkenalkan kegunaan praktik kimia seperti
menyediakan keluli, mencelup kain dan kulit dan sebagainya.
Tokoh kimia yaitu Muhammad Abu Bakar al-Razi lebih terkenal
sebagai ahli pengobatan kimia dan ada yang menganggap beliau sebagai pengagas
kimia moden. Beliau mencatat dengan terperinci lebih 20 alat besi dan kaca.
Beliau juga pakar dalam praktik pengobatan dengan pendapatnya penyembuhan
penyakit adalah kilas balik kimia dalam tubuh seseorang.
Di dalam bidang fisik pula, al-Haitham lebih dikenal di
dunia Barat sebagai Alhazen adalah tokoh optik paling terkenal dalam sejarah
tamadun Islam
13.
Konsep Ilmu Dalam Islam
Prinsip tauhid
di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah
SWT. Dia-lah
Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga
meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan
bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran (2:31,
55:2, 96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa
“Dia telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya
penjelasan (bayan)”
Wahyu, yang diterima oleh semua Nabi SAW/AS berasal dari
Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga
menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di
dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber
itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun,
karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah
SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari
ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki
kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari
wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan
terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain
merupakan bayan atau penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya
pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi
Islam.
Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan
langsung misalnya fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran
menggunakan istilah ayat (tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa
fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53). Untuk sumber ilmu berupa fenomena
sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya
bisa diambil pelajaran moral (12:111).
Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran,
di samping menunjukkan sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri
merupakan sumber utama pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam,
peristiwa sejarah, metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar,
apakah secara literal atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan
subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik
tentang subyek ilmu pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat
ditemukan dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.
Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang
bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai
kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab (hadits Nabi SAW-pen).
Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis Yunani dan Sophis, yang menganggap
pengetahuan hanya imajinasi kosong. (Bahkan dalam agama manapun, tidak ada
penghormatan, penjelasan, pendefinisian ilmu semassif Islam-pen)
Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah
al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang
pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT.
Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti
“tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal.
Tapi alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan
gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu
yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama
juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan
tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun
terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di
dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang
membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik
orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi
tanpa mau merenungkan (makna)nya.
Sifat penting
dari konsep pengetahuan dalam al-Quran adalah holistik dan utuh (berbeda dengan
konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan ini sebagai bukti worldview
tauhid dan monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks ini berarti
persoalan-persoalan epistemologis harus selalu dikaitkan dengan etika dan
spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup persoalan epistemologis meluas, baik
dari wilayah (yang disebut) bidang keagamaan dengan wilayah-wilayah
(yang disebut sekuler)., karena worlview Islam tidak mengakui adanya perbedaan
mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya pembedaan semacam itu akan memberi
implikasi penolokan hikmah dan petunjuk Allah SWT, dan hanya memberi perhatian
dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah SWT sebagai sumber semua pengetahuan,
secara langsung meliputi kesatuan dan integralitas semua sumber dan tujuan
epistemologis. Ini menjadi jelas jika kita merenungkan kembali
istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat al-Quran dan semua wujud di alam
semesta. Konsep integralitas pengetahuan telah diuraikan al-Ghazali dalam
kitabnya Jawahir al-Quran, di mana ia menegaskan bahwa ayat-ayat al-Quran yang
menguraikan tentang bintang dan kesehatan, misalnya, hanya sepenuhnya dipahami
masing-masing dengan pengetahuan astronomi dan kesehatan. Ibnu Rusyd dalam fasl
al-maqal, juga memberikan penjelasan keterkaitan antara penafsiran keagamaan
dan kefilsafatan dengan mengutip beberapa ayat al-Quran yang mendorong manusia
meneliti dan menggambarkan kajian penciptaan langit dan bumi (7:185, 3:191,
88:17-18). Dengan hal yang sama, al-Quran juga mendorong manusia melakukan
perjalanan di bumi untuk mempelajari nasib peradaban sebelumnya. Ini membentuk
kajian sejarah, arkeologi, perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara
utuh.
Dalam 41:53,
secara kategoris, al-Quran menegaskan bahwa ayat-ayat Allah SWT di alam semesta
dan di kedalaman batin manusia merupakan bagian yang berkaitan dengan kebenaran
wahyu, dan menegaskan kecocokan dan keutuhan yang saling terkait. Namun,
keutuhan dan kesatuan cabang-cabang pengetahuan ini tidak berarti
bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara mereka.
Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal
langsung dari Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagia alam semesta.
Semua pengetahuan lain yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari
arti dan jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam al-Quran untuk kemajuan individu
dan masyarakat.
14. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
a.
Kewajiban Menuntut
Ilmu
Manusia diciptakan lebih sempurna dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah yang lain. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan
makhluk lainnya tersebut adalah dengan dengan pemberian akal pikiran dalam
penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Dengan akal itu Allah SWT telah memuliakan manusia,
mengangkat derajatnya dengan derajat yang tinggi. Akal adalah alat untuk
berpikir, Allah SWT menjadikan akal sebagai sumber tempat bermula dan dasar
dari ilmu pengetahuan. Imam Ghazali mengatakan sebagaimana dikutip oleh Wahbah
Az-Zuhaili, penyebutan kata yang
terkait dengan “al-‘aqlu” dalam Al-Qur’an sedikitnya ada lima puluh kali
dan penyebutan ‘Uulin-nuhaa’ sebanyak dua kali.
Allah SWT berfirman dalam S. Al-Jastiyah ayat 3-5:
ان في السموات
والارض لايات للمؤمنين(3) وفي خلقكم ومايبث من دابة ايات لقوم يوقنون(4) واختلاف
اليل والنهار وماانزل الله من السماء من رزق فاحيابه الارض بعد موتها وتصريف
الرياح ايات لقوم يعقلون(5)
Artinya: Sesungguhnya
pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang
melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
untuk kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang
diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi
sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berakal.
Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dalam setiap
ciptaan Allah terdapat ilmu pengetahuan yang akan menunjukkan tanda-tanda
Kebesaran Allah kepada manusia. Untuk menggali dan mendapatkan pengetahuan itu
manusia harus menggunakan akal pikiran yang telah dianugerahkan kepadanya.
Dalam hal ini wahyu dan akal saling mendukung dan melengkapi untuk mendapatkan
tanda-tanda Kekuasaan Allah.
Agama Islam datang dengan memuliakan sekaligus
mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah pemikiran Islam yang rahmatun lil’alamin. Manusia harus dapat menggunakan
kecerdasan yang dimilikinya untuk kesejahteraan hidupnya baik di dunia
maupun di akhirat.
Akal sebagai dasar dari ilmu pengetahuan memberikan
kemampuan kepada manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk dan
dapat memberikan argumen tentang kepercayaan dan keberagamaannya. Dengan
kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu menentukan pilihan yang terbaik
untuk dirinya dan agamanya.
Islam juga meluaskan cakrawala manusia mengenai potensi
intelektual, psikologis dan unsur - unsur penting penghidupan lainnya. Islam mengajarkan manusia untuk menggunakan kemampuan
berpikirnya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan
menggunakan akal yang dimilikinya manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu terus
berkembang mengikuti zaman. Apabila manusia tidak mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, niscaya pandangannya akan sempit yang berakibat lemahnya daya
juang menghadapi jalan kehidupan yang cepat ini.
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya
adalah penekananya terhadap Ilmu (sains). Al-Qur’an dan al-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan
mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Allah
SWT telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-orang yang beriman dan
berilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman:
واذا قيل
انشزوا فانشزوا يرفع الله الذين امنوا منكم والذين اوتواالعلم درجات
“Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu” maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (al-Mujadalah
11).
Menurut al-Maraghi, tafsir dari ayat ini adalah bahwa
Allah meninggikan orang-orang yang mukmin dengan mengikuti perintah-Nya dan
perintah Rosul, khususnya orang-orang yang berilmu di antara mereka beberapa
derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat keridlaan.[8] Ayat tersebut menunjukkan betapa Allah SWT sangat memuliakan orang-orang
yang berilmu pengetahuan. Ayat tersebut juga memberikan gambaran kepada manusia
mengenai kedudukan ilmu pengetahuan, sebagai bekal baik dalam kehidupan di
dunia maupun di akhirat. Ada sebuah ungkapan terkenal mengenai bagaimana orang
harus menuntut Ilmu;“Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri Cina”.(HR. Ibnu
‘Adiy dan Al-Baihaqi).
Maksud dari ungkapan tersebut adalah; bahwa ilmu harus
dicari dan dikejar walaupun berada di negeri yang sangat jauh sekalipun.
Ungkapan tersebut menunjukkan betapa penting dan utamanya kegiatan Talab al-‘ilm, hingga harus
dilakukan walau dengan perjalanan ke negeri yang sangat jauh sekalipun. Kata
“negeri Cina” di atas hanya sebagai perumpamaan negeri yang sangat jauh, karena
negeri Cina adalah negeri yang sangat jauh bagi umat Islam yang berada di Timur
Tengah pada waktu itu. Jadi seandainya sekarang negeri yang perekembangan ilmu
pengetahuannya paling maju, berada di belahan bumi bagian barat maka kesana
pula kita harus mengejar ilmu itu.
Rasulullah menegaskan dengan sabda beliau:
طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه ابن
ماجه)
Jelaslah dari sabda Rasul tesebut bahwasanya menuntut
ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tanpa membedakan laki-laki ataupun
perempuan. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, karena orang
beribadah kepada Allah juga harus dengan ilmu.
15. Islam dan Ilmu Pengetahuan
a.
Kedudukan
akal
Penciptaan manusia sengaja di lebihkan Tuhan dari penciptaan
terhadap makhluk makhuk lain. Kelebihan manusia terletak pada akal, yang
agaknya makhluk makhluk tidak ada yang dikaruniai akal selengkap manusia.
Berkat akalnyalah manusia bisa terbang membumbung tinggi di angkasa, lebih
pandai dari rajawali dan jenis burung apapun. Berkat akalnyalah manusia bisa
masuk kedalam bumi, lebih pintar dari jenis binatang melata manapun. Dan berkat
akal pula, manusia bisa berenang dan menyelam dalam air, lebih mahir dari pada
ikan dan segala jenis binatang lautan.
Didalam islam akal inilah yang dijadikan ukuran taklif. Artinya
terhadap orang yang akalnya tidak normal, islam mengecualikan dari tuntutan
syariat agama. Dalam penyebaran islam banyak mendekati manusia dalam segi akal
atau disebut rational approach. Banyak
ayat ayat Al Qur’anyang
bersifat menggugah akal. Dan berapa banyak hadits hadits Nabi yang isinya mengajurkan,
mewajibkan kaum muslimin untuk mengembangkan akal dan menuntut ilmu
pengetahuan. Ini menunjukan berapa tingginya martabat akal dan ilmu pengetahuan
dalam pandangan islam.
Sebagai
contoh firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam
pergantian malam dan siang, disana terdapat ayat ayat Tuhan bagi mereka yang
mempergunakan akal. (QS. Ali Imran : 18)
Bagaimana langit dan bumi diciptakan, apakah ada begitu saja
tanpa ada yang menciptakan? Bagaimana pergantian siang dan malam? Kalau di
pikir secara mendalam, sampai pada satu kesimpulan bahwa semua itu tidak
terjadi begitu saja tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya. Kalau dalam
ayat lain Allah menegaskan bahwa bumi inilah tempat manusia menetap, maka
penciptaan langit termasuk didalamnya matahari, penciptaan bumi dan pergantian
malam dan siang itu, mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia untuk
tinggal menetap di permukaan bumi ini. Oleh karena apa? Karena:
1.
Matahari yang di perkirakan panasnya 5000-6000°C,
karena jaraknya dengan bumi yang sedang, maka panas/sinarnya yang sampai kebumi
sedang pula. Sehingga tidak mematikan hidup dan kehidupan dibumi. Dan karena
bumi berputar pada porosnya, maka kita yang tinggal di permukaannya bisa
menerima sinar matahari secara bergiliran. Kadar sinar matahari yang sampai,
sesuai benar dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia untuk menerimanya, di
daerah manapun mereka berada dipermukaan bumi ini.
2.
Peredaran siang dan malam berkisar sekitar 24 jam,
sehingga cocok untuk bekerja dan beristirahat manusia. Bagaimana kiranya,
seandainya bumi kita ini seperti venus yang separuh bulatannya selalu menghadap
matahari sehingga siang saja selamanya, sedang bagian lainnya selalu
membelakangi matahari sehingga malam saja selamanya?
3.
Tentang kepadatan zat bumi, melebihi kepadatan zat
setiap planet dalam solar sistem ini, bahkan kepadatan zat matahari itu
sendiri. Dengan demikian manusia bisa berdiri tegak diatas permukaan bumi
tersebut, tidak tenggelam tidak terbenam.
4.
Tentang daya magnit bumipun sedang pula, sehingga kita
manusia bisa tegak di permukaannya. Andaikata magnit itu tidak cukup, apalagi
tidak ada, pasti kita akan terlempar dari permukaan bumi ini.
5.
Disamping sedangnya perputaran bumi diatas poros,
sedang pula perputaranya di sekeliling matahari. Sehingga bisa menyuburkan
musim musim yang sedang dan cocok untuk menumbuhkan tumbuh tumbuhan dan
memasakan buah buahan.
6.
Disamping itu bumi memiliki sesuatu yang istimewa yaitu
udara dan air, yang kedua duanya merupakan syarat mutlak untuk hidup. Andaikata
nanti manusia ingin menetap di bulan sana, maka banyak perlengkapan hidup yang
harus di datangkan dari bumi, diantaranya air dan udara.
Disinilah terletak rahasia kenapa harus bumi yang ditentukan
Tuhan sebagai tempat menetap manusia. Rahasia ini tidak akan bisa di ketahui
manusia tanpa mempergunakan akal dan ilmu pengetahuan.
16.
Pentingnya Pengetahuan dan Pendidikan Menurut al-Qur’an
Pendidikan
memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan
proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan.
Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam
pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui
metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini
pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.
Dalam Islam
pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja,
melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi
pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua
atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam
pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya
pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam,
melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena tidak
mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan
dunia ini.
Islam juga
menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang
terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh
manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya
dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang
ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian
dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia
sebagai khalifah fil ardh.
Dalam makalah
ini akan dipaparkan pandangan Islam tentang pendidikan, pemerolehan pengetahuan
(pendidikan), dan arah tujuan pemanfaatan pendidikan.
Pendidikan Menurut
al-Qur’an al-Qur’an telah berkali-kali
menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan
manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan
manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat
al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
Al-Qur’an juga
telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an
surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Dari sini dapat
dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia.
Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk,
yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:
Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:
“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu
Majah)
Hadits tersebut
menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan
pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.
Imam Syafi’i pernah menyatakan:
“Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu.
Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa
menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.
Dari sini, sudah
seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan
dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat. Dalam al-Qur’an surat Thahaa ayat 114
disebutkan:
“Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan’.”
Pendidikan Islam memiliki
karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan
dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang
berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula
melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai
jendela pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra
kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami.
Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam
filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati agar kamu bersyukur”.
Dengan
pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti
pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu menaklukkan semua
makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat
al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir”.
Namun, pada dasarnya proses
pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam
al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1),
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.
Dalam pandangan
Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama
itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki
umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti
bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah,
ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun
diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat
Yunus ayat 101 disebutkan:
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.
Al-Qur’an membimbing manusia agar
selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini
manusia juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan.
Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:
Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.
Demikianlah,
al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya
keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.
Namun,
pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja. Pengetahuan
juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang dalam
al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:
“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan
apa yang tidak kamu lihat (39)”.
Dengan demikian,
objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada
wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dalam al-Qur’an
surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:
“Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
Sebagaimana
telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan
yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.
Islam
mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran
dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan
ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di
dunia dan di akhirat.
Pengetahuan
duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan
manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau
lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah
berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan
hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan
tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia
dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa
disebut dengan pengetahuan agama.
Pengetahuan umum
(duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana
dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian
halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama
niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di
dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista.
Islam selalu
mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun
batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang?”.
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d
ayat 8 juga disebutkan:
“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”.
Dari sini dapat
dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang,
tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga
tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, manusia
diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta.
Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan
manusia di muka bumi.
Dalam al-Qur’an surat al-Qashash
ayat 77 disebutkan:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”.
Manusia tidak
dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya berorientasi pada
urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapkan tidak melupakan
pengetahuan tentang urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah
permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang diciptakan
oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia diharapkan mampu menjaga
keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam
mencari pengetahuan.
Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32
menyebutkan:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan
senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.
Islam
menghendaki agar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang perlu bagi
kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an surat
al-Baqoroh ayat 201 disebutkan:
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka”.
Kebaikan
(hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud.
Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman,
kemakmuran dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai
tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan
cita-cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai
keinginan dan cita-cita itu sendiri.
a.
Pemanfaatan
Pengetahuan (Orientasi Pendidikan)
Manusia memiliki
potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam semesta ini. Serta
mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena yang lainnya.
Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan indera, manusia juga
diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya dia mampu memahami apa yang tampak
dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:
“Allah mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.
Yang dimaksud
nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti
manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi
itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam
raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan
dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu
mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan
Tuhan.
Namun, di sisi
lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung mendorong manusia untuk
menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol maka yang terjadi adalah
keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan manusia
dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan:
“Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
Al-Qur’an
menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang mampu menciptakan
lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat
110 disebutkan:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Sabda Nabi saw.:
“Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat”.
Pisau akan
sangat berguna ketika digunakan oleh orang yang berpikiran positif dan ahli
dalam menggunakan pisau. Sebaliknya, ketika pisau digunakan oleh orang yang
berpikiran negatif, niscaya bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan
dihasilkan dari pisau itu, melainkan kemadharatan.
Demikian halnya
dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk mencapai kemanfaatan
niscaya pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya, ketika pengunaan
pengetahuan digunakan untuk kemadharatan, maka kemadharatan itulah yang akan
didapat.
Ilmu pengetahuan
adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan wahyu. Dengan pancaindera
dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah kebenaran (etika) dan keindahan
(estetika). Karena dua hal ini adalah piranti utama bagi manusia untuk
mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping memiliki kelebihan, kedua piranti ini
memiliki kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong untuk
menunjukkan tentang hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu
manusia dapat memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.
Wahyu yang
diturunkan kepada manusia tidak hanya berisikan perintah dan larangan saja,
akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas tentang bagaimana seharusnya
hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an
dikaji tentang sains dan teknologi sehingga tidaklah berlebihan jika kita
menyebutnya sebagai kitab sains dan medis.
Namun, berbagai
bentuk kemajuan sains dan teknologi serta ilmu pengetahuan tanpa didasari
tujuan yang benar, niscaya hanya akan menjadi sebuah bumerang yang
menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang saat ini manusia malah
mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan dekadensi
moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri bahkan
lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi
kehidupan manusia diharapkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan
malah menimbulkan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan.
Dalam Islam
telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan. Apapun pengetahuan
itu, baik kesyariatan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, ibarat pisau bermata
dua yang dapat digunakan pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa atau
berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan
tentang atom umpamanya, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan perdamaian dan
kemanusiaan, tapi dapat pula digunakan untuk menghancurkan kebudayaan manusia
melalui senjata-senjata nuklir. Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan
di muka bumi adalah akibat dari ulah manusia sendiri. Dalam al-Qur’an surat
ar-Rum ayat 41 disebutkan:
“Telah nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia”.
Manusia adalah
makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi khalifah fil
ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya kepada
sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok dari penciptaan manusia,
sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dalam al-Qur’an
surat al-A’raf ayat 85 disebutkan:
“Sempurnakanlah takaran dan timbangan
dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman“.
Pemanfaatan
pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari pengetahuan itu
sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan kehidupan
manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas
kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan
untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam.
Dari deskripsi
singkat di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an telah memberikan rambu-rambu
yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang komperehensif. Yaitu
pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan hidup di dunia saja,
akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di akhirat kelak. Karena
kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju kehidupan sebenarnya, yaitu
kehidupan di akhirat.
Manusia sebagai
insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk memperoleh pengetahuan, yaitu akal
dan hati. Yang dengan dua piranti ini manusia mampu memahami “bacaan” yang ada
di sekitarnya. Fenomena maupun nomena yang mampu untuk ditelaahnya. Karena
hanya manusia makhluk yang diberi kelebihan ini.
Pengetahuan yang
telah didapat manusia sudah seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan seluruh
umat manusia. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia seluruhnya. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa manusia juga hidup
berdampingan dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta kemajuan
pengetahuan pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan merusak
keseimbangan alam. Karena sudah menjadi tugas manusia untuk melestarikan alam
ini sebagai pengejawantahan kekhalifahan manusia sekaligus bentuk ta’abbudnya
kepada Allah swt.
17.
Peran dan Pentingnya Ilmu Pengetahuan
Menurut Agama
Menurut al-Ghazali, tujuan kita mempelajari ilmu
pengetahuan dari segi agama ada tiga yaitu, Ilmu pengetahuan sebagai wujud
ibadah kepada Allah; Pembentukan akhlaq al karimah; Mengantarkan peserta didik
mencapai kehidupan dunia dan akhirat. Salah satu cara umat muslim untuk mendekatkan diri kepada
Allah adalah dengan mencari ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuan
kita tidak menjadi orang yang bodoh.
Dan Allah berjanji jika kita mencari ilmu, kita akan
memperoleh derajat yang tinggi. Baik derajat tinggi di dalam kehidupan dunia
maupun di akherat. Dari wajibnya Nabi sampai bersabda untuk mencari ilmu sampai
negeri Cina, Dan kita wajib mencari ilmu dari buaian hingga liang lahat.
Antara ilmu dan iman sangat berkaitan dan berhubungan.
Seorang yang berilmu tanpa mempunyai iman akan berakibat pemanfaatan
pengetahuan secara berlebihan. Sedang orang beriman tanpa ilmu akan berakibat
kebodohan dalam beribadah. Dan orang yang paling baik adalah orang yang
memiliki ilmu dan iman. Dan menurut saya, orang yang paling buruk adalah orang
yang tidak memiliki ilmu dan iman.
18.
Peran Islam dalam perkembangan iptek
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat
Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini
menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah
fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi
Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang
lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat
Islam, bukan standar manfaat (pragmatism/ utilitarianisme) seperti yang ada
sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam
boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya
jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat
Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Hal hal yang berkaitan peran Islam dalam perkembangan IPTEK
3.1 Paradigma Hubungan
Agama-Iptek
Untuk memperjelas, akan disebutkan
dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan
tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific
method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan
ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia
sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, adalah hasil
dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama
Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk
mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah),
hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan
pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan muamalah
dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).
Secara garis besar, berdasarkan
tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis
paradigma :
a.
Paradagima Sekuler
Yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama
lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari
kehidupan (fashl al-dinan al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi
hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama
tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek
tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama
sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat
sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan
aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
b.
Paradigma Sosialis
Yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama
sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun
dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari
agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih
ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu
tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan
vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara
ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari
kehidupan.
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis
dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya
membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl
Marx mengatakan: “Religion is the sigh of the
oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit
of a spiritless situation. It is the opium of the people.” (Agama adalah keluh-kesah makhluk
tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan
ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat)
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya
sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma
sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme
Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham
yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus
melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada
pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000:
110).
c.
Paradigma Islam
Yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur
kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah
Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits--
menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya
dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani,
2001).
Paradigma ini memerintahkan manusia
untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari
aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun : “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (Qs. sl-Alaq [96]: 1).
Ayat ini berarti manusia telah
diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman.
Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena
iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah,
yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan
bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau
filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup
dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:
“kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan
apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala sesuatu.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 126).
Allah-lah yang
menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. ath-Thalaq [65]: 12).
3.2
Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan
Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan
aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh
Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang
seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler
seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah
terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam
pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam
sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis
yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu
menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan
dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan
sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus
dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan
cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang
memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan
basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan
seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti
konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi
maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok
ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya
(Al-Baghdadi, 1996: 12).
3.3
Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek
Peran kedua Islam dalam perkembangan
iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek.
Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur
dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek
yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini
didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam
menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum
Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa`
[4]: 65).
ikutilah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528]. “Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya).” (Qs. al-Araaf [7]: 3).
Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada
kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
“Barangsiapa yang
melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu
tertolak.” [HR. Muslim].
19. Tokoh-Tokoh Ilmuan Muslim Di
Zaman Keemasan Umat
George Sarton, seorang penulis History of Science, membagi tiap
abad dalam selang waktu (periode) 50 tahun dan mengaitkan masing-masing periode
tersebut dengan tokoh ilmuwan yang paling menonjol dalam selang waktu tersebut.
Tampak dalam tulisannya selama 350 tahun (3,5 abad) sains dimonopoli oleh
ilmuwan islam berkebangsaan : Arab, Turki, Afghanistan dan Persia.
Mereka adalah para ilmuwan di bidang : matematika,
kedokteran, fisika, astronomi dan kimia. Selain ahli di bidang keilmuan sains,
mereka juga sangat memahami ajaran agama dengan baik, sehingga mereka sangat
taat dalam menjalankan ajaran agama. Disamping itu, pada umumnya mereka juga
ahli di bidang ilmu sosial dan ilmu sains secara rangkap (penguasaan lebih dari
satu cabang ilmu sains), yang merupakan karakteristik ilmuwan yang sangat
langka di zaman modern ini. Adapun diantara mereka, adalah sebagai berikut :
1.
Ibnu
Hayyan (731 M – 815 M) atau di
Eropa dikenal dengan nama Jeber / Geber / Ceber. Beliau
adalah seorang ahli filosof dan logika, yang bekerja di bidang fisika dan
kedokteran. Namun, selain itu beliau juga memiliki keahlian yang luar biasa di
bidang kimia. Beliau sangat mahir dalam perkara prosedur pemisahan zat kimia,
seperti : kristalisasi, destilasi, kalsinasi, ekstraksi, dan sebagainya.
Keahlian lain yang dimilikinya, adalah kemampuan yang baik dalam membuat
berbagai macam jenis zat asam. Sehingga tampak, bahwa beliaulah ilmuwan pertama
kali yang menemukan berbagai macam prinsip-prinsip pemisahan zat dalam ilmu
kimia yang terpakai hingga zaman sekarang, dalam bidang keilmuan fisika dan
kimia. Maka tampaklah, jika beliau tidak ada sudah pasti minyak bumi sampai
sekarang tidak akan bisa diolah menjadi beberapa fraksi-fraksinya, berupa :
bensin, avtur, solar, dan sebagainya. Karena proses pengolahan minyak bumi
menjadi berbagai macam fraksinya diatas, berkaitan dengan proses destilasi.
Jadi secara otomatis, tidak akan ada kegiatan industrialisasi dan transportasi
sampai saat ini. Selain itu, dapat juga kita lihat jika beliau tidak ada, sudah
pasti tidak akan ada proses pembuatan gula dan garam yang berkaitan dengan
proses kristalisasi.
2.
Al
Khawarizmi (768 M – 840 M)
atau di Eropa dikenal dengan nama Algorism. Beliau sangat terkenal dalam
ilmu hitung atau aritmatika (ilmu deret), yang merupakan bagian dari ilmu
matematika. Beliau memiliki sebuah buku yang sangat terkenal yaitu Aljabar wal
Muqobalah yang terkenal di Eropa. Adapun bentuk karya beliau yang fenomenal
antara lain :
·
Algorithm atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
Algoritma yang dapat diartikan secara umum sebagai urutan langkah yang harus
ditempuh dalam memecahkan suatu permasalahan. Algoritma merupakan jantung ilmu
informatika / komputer. Maka, tanpa kehadiran beliau dalam percaturan dunia
sains, sudah pasti dapat diketahui bahwa, tidak akan ada teknologi komputer di
zaman modern ini.
·
Dalam bidang keilmuan geografi dan
perbintangan (astronomi), beliau juga memiliki karya fenomenal; hal ini
dibuktikan dengan adanya karya beliau dalam bidang tabel astronomis.
3.
Al Kindi
(801 M – 873 M) atau lebih
dikenal dengan nama latin Alkindus. Beliau adalah seorang filosof, namun
juga memiliki keahlian di berbagai macam bidang sains : kimia, fisika,
geografi, kedokteran dan matematika. Karya-karya beliau yang fenomenal,
terdapat dalam bidang keilmuan sains berikut :
·
Dalam bidang optika geometrik,
sebenarnya beliaulah ilmuwan pertama kali yang membahas hukum pemantulan cahaya
sebelum disempurnakan dengan sebuah persamaan matematis oleh matematikawan
berkebangsaan Belanda, Willebrord Snellius (1580 M – 1626 M), pada tahun
1621 (kurang lebih delapan abad setelah kiprahnya). Alkindus telah
berhasil menemukan hukum pemantulan cahaya, yang berbunyi : ”sudut datang
sama besarnya dengan sudut pantul”, dimana penemuan beliau merupakan dasar
ilmu penemuan dan pengembangan alat-alat optik di zaman-zaman selanjutnya,
termasuk di zaman modern saat ini, seperti : teropong (teleskop), kacamata,
proyektor, mikroskop, lup dan sebagainya.
·
Dalam bidang fenomena gelombang
beliau juga memiliki sejumlah karya yang cukup fenomenal, yang banyak terpakai
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di zaman modern ini, semua karya beliau
tentang optika geometrik dan fenomena gelombang telah terintegrasi dalam ilmu
fisika di zaman modern ini. Tampaknya, kita semua harus bersyukur dengan
kehadiran beliau dalam percaturan ilmu sains. Jika beliau tidak ada, maka di zaman
modern ini, sudah pasti tidak akan ada : Teropong, Slide, OHP, Hand Phone,
Telepon, Televisi, Radio, Sistem Navigasi dan sebagainya.
·
Dalam bidang kimia, beliau telah
berhasil mematahkan ajaran Mesir kuno tentang transmutasi logam-logam menjadi
emas. Terbukti hingga saat ini tidak ada eksperimen kimia yang berhasil merubah
sebuah logam menjadi emas. Transmutasi logam-logam adalah adanya sebuah
usaha untuk merubah sebuah logam, seperti : besi, timah, nikel, dan sebagainya
menjadi emas.
4.
Ibnu
Qurroh (826 M – 901 M) adalah
ahli ilmu perbintangan (astronomi) dan matematika. Selain ahli matematika dan
astronomi, beliau banyak menulis di bidang kedokteran, fisika dan ilmu
filsafat.
5.
Al Battani
(858 M – 929 M) atau
lebih dikenal dengan nama latin Albategnius. Beliau adalah ahli
matematika dan astronom. Beliau mamiliki dua karya yang fenomenal dalam
matematika dan astronomi, yaitu :
·
Dalam bidang matematika, sebenarnya
beliaulah ilmuwan yang pertama kali memperkenalkan fungsi trigonometri, berupa
: sinus, cosinus, tangens, secan, cosecan dan cotangens.
·
Dalam bidang astronomi, beliaulah
ilmuwan yang paling pertama kali berhasil mengukur lamanya waktu dalam satu
tahun masehi secara teliti, yaitu : 365 hari 5 jam 46 menit 24 detik. Sehingga,
dari hasil pengukuran beliau inilah, terdapat suatu perhitungan yang menyatakan
bahwa sekali dalam kurun waktu 4 tahun, terdapat satu tahun kabisat dalam tahun
masehi.
Namun banyak diantara kaum cendikiawan muslim dari berbagai
disiplin ilmu saat ini yang tidak mengenal beliau. Bahkan yang sangat
disayangkan lagi, mereka yang tidak mengenal beliau, banyak yang berkecimpung
di bidang matematika dan astronomi. Padahal tanpa beliau, tidak akan ada
perkembangan ilmu matematika, astronomi dan aplikasinya di bidang tekhnologi
yang berkaitan hingga saat ini, terutama sekali pengembangan dan penemuan IPTEK
yang banyak mempergunakan fungsi trigonometri dalam proses penciptaan dan
pengembangannya.
6.
Ar Razi
(865 M – 925 M) atau
lebih dikenal dengan nama latin Rhazes. Beliau adalah ahli kedokteran klinis
dan kimia. Karya beliau yang paling fenomenal adalah di bidang kimia, yang
dapat dikatakan sebagai penerus kiprah Ibnu Hayyan. Beliau mempergunakan
peralatan canggih, sehingga bisa mengamati dan mencatat sifat kimiawi dari
objek eksperimen yang ditelitinya di laboraturium. Sehingga, semua hasil
eksperimen beliau telah dibukukan dalam bentuk sebuah buku karangan beliau,
berupa buku manual laboraturium yang telah berhasil menjadi buku pegangan untuk
setiap objek eksperimen kimia di sejumlah laboraturium terkemuka di Eropa,
selama berabad-abad.
7.
Al Farabi
(870 M – 950 M) atau di
Eropa lebih dikenal dengan nama Alpharabius. Beliau adalah seorang
filosof terkemuka. Namun, demikian beliau juga ahli dalam bidang : sosial
politik, matematika, farmasi dan fisika. Karya beliau yang paling fenomenal
dalam ilmu fisika adalah mengenai fenomena gelombang bunyi yang dipergunakan
dalam not nada musik, yang dimulai dengan nada dasar pada frekuensi 400 Hz
hingga kenaikkan dalam frekuensi tertentu, yang dapat menghasilkan bunyi not
nada secara bertingkat. Semua hasil karya beliau telah terdokumentasi dalam
bukunya yang berjudul Kitab Al Musiqa.
8.
Selain itu
masih ada lagi karya beliau di bidang : etika, ilmu sosial dan politik.Az
Zahrawi (936 M – 1013 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Albucasis.
Beliau adalah ahli kedokteran dan kedokteran gigi terkemuka, yang banyak
membidani lahirnya ilmu kedokteran dalam spesialisasi ilmu bedah dan ilmu
kedokteran gigi. Selama kiprahnya dalam dunia sains beliau telah berhasil membidani
sejumlah karya ilmiah, antara lain :
·
Karena beliau ahli bedah yang
tersohor di zamannya, di dalam bukunya yang berjudul At Tasif, yang
merupakan ensiklopedi medis raksasa yang terdiri atas 30 jilid, terdapat uraian
tekhnik tentang : pengambilan batu ginjal lewat bedah, bedah mata, bedah
telinga dan bedah tenggorokkan. Selain itu, dalam buku tersebut beliau juga
menampilkan bagaimana tekhnik membedah dan mengambil janin yang telah mati di
dalam rahim seorang ibu, dan tekhnik amputasi bagian tubuh manusia. Dalam buku
tersebut dilengkapi dengan diagram kerja praktis dan berbagai macam peralatan
yang akan dipergunakan dalam proses pembedahan.
·
Dalam ilmu kedokteran gigi, beliau
juga berhasil mematenkan tekhnik pembuatan protese dan cara memperbaiki gigi-geligi
yang bengkok.
9.
Al Buzjani
(940 M – 997 M) beliau
adalah kiprah penerus Al Battani, yang memiliki keahlian dalam bidang
matematika dan astronomi. Beliau memiliki dua buah karya buku yang terkenal,
yaitu : ’Ilm Al Hisab (aritmatika) dan ’Ilm Al Handasah
(geometri). Beliau juga telah berhasil membuat tabel zhil dan meneruskan
kiprah Al Battani dalam rangka pengembangan ilmu trigonometri, menjadi
trigonometri sferik yang membidani banyaknya lahir teori dalam ilmu astronomi
hingga zaman sekarang. Namun, nasib beliau setali tiga uang dengan Al Battani
bagi para ilmuwan muslim saat ini. Karena sangat banyak diantara kaum
cendikiawan muslim saat ini yang tidak kenal dengan siapa itu Al Buzjani ?
Bahkan, diantara mereka yang tidak kenal beliau, malah ada yang berkecimpung di
bidang keilmuan sains astronomi dan matematika. Tidak seperti : Sonya
Kovalevsky, Erwin Schrodinger, Albert Einstein, Galileo Galilei, Johannes
Keppler, dan sebagainya.
Tanpa jika Al Battani dan Al Buzjani tidak ada, maka segala
keilmuan sains : fisika, matematika dan astronomi tidak akan berkembang hingga
zaman sekarang. Padahal, tanpa Al Battani dan Al Buzjani, Erwin Schrodinger
tidak akan bisa memecahkan persamaannya, yang terkenal dalam bidang fisika
kuatum saat ini, yang melibatkan bentuk persamaan trigonometri. Bahkan,
sejenius apapun seorang Sonya Kovalevsky sebenarnya tidak berarti apa-apa
dihadapan seorang Al Battani dan Al Buzjani.
10. Ibnu Al Haitham (965 M – 1039 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Alhazen. Beliau
adalah sosok intelektual muslim yang sangat jenius dan memiliki banyak keahlian
di bidang : matematika, fisika, astronomi dan kedokteran. Sehingga banyak
menghasilkan banyak karya yang sangat fenomenal, yang merupakan dasar
pengembangan ilmu sains hingga saat ini, terutama di bidang : matematika,
fisika, astronomi dan kedokteran. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hasil
karya beliau, antara lain :
·
Dalam bidang matematika, beliaulah
ilmuwan pertama kali yang berhasil menggabungkan aljabar dengan geometri,
sehingga menghasilkan cabang ilmu geometri analitik.
·
Dalam bidang kedokteran dalam sebuah
bukunya Kitab Al Manazhir beliau berhasil membahas secara tuntas
mengenai anatomi mata manusia, yang merupakan dasar ilmu mutlak yang harus
dipelajari bagi mahasiswa kedokteran hingga saat ini.
·
Dalam sains fisika beliau memiliki
sangat banyak karya yang fenomenal, diantaranya :
1.
Dalam melanjutkan kiprah Al Kindi di
bidang optika geometrik beliau berhasil melakukan berbagai macam analisis
tentang pemantulan cermin dan lensa, meneliti tentang pemantulan pada cermin
sferis dan parabolis, meriset pembiasan lensa.
2.
Dalam mekanika klasik beliau telah
berhasil membahas mengenai gaya aksi-reaksi antara dua benda yang saling
berinteraksi, dimana dalam hal ini beliau sangat jauh mendahului Sir Isaac
Newton (1642 M - 1727) selama 6 abad, yang baru mengemukakan salah satu
postulatnya tentang hal ini, dalam sebuah postulat yang dikenal dengan Hukum
III Newton.
3.
Karya beliau dalam mekanika klasik
masih terpakai hingga saat ini, yaitu tentang konsep kelembaman benda yang
dikenal dengan momen inersia dan konsep torka (momen gaya).
4.
Dan masih banyak lagi karya beliau
yang terpakai dalam pengembangan ilmu fisika hingga saat ini.
Hingga saat ini nama beliau tidak begitu populer dikalangan
candikiawan muslim, tidak seperti : Archimedes, Galileo Galelei, Albert
Einstein, Johanes Bernoulli, Erwin Schrodinger, Richard P. Feynman, James Clark
Maxwell, Marrie Currie dan sebagainya, yang terus terlahir di zaman modern ini
dengan berbagai macam penemuannya yang telah menghasilkan nobel, yang telah
membuat dirinya terkenal sejagad raya.
11. Al Bairuni (937 M – 1048 M) beliau adalah seorang ilmuwan muslim yang cukup kompleks,
yang memiliki banyak keahlian di bidang : geografi, matematika, fisika,
geologi, farmasi, kedokteran dan astronomi. Dari sosok beliau yang sangat
cerdas, telah mampu menghasilkan beberapa karya fenomenal, antara lain :
·
Dalam keilmuan geologi beliau telah
menulis sebuah buku yang berjudul Kitab Al Jamahir. Buku ini banyak
berisikan tentang mineral yang terkandung di dalam lapisan tanah.
·
Dalam bidang astronomi beliau juga
telah menulis sebuah buku yang berjudul Qanun Al Mas’udi, dimana dalam
buku inilah yang menjadikan beliau, sebagai orang pertama yang berhasil
menceritakan tentang perputaran bumi mengelilingi sumbunya. Disamping itu,
secara spektakuler dalam buku ini beliau berhasil menyatakan bahwa
universalitas gaya tarik menarik yang sama antara benda yang ada dilangit dan di
bumi, yang selanjutnya di kenal dengan hukum gravitasi Newton.
·
Dalam bidang keilmuan farmasi dan
kedokteran, beliau juga memiliki sebuah karya yang sangat fenomenal yang
terdapat dalam buku beliau yang berjudul Kitab As Saidina, yang
berisikan segala macam pengobatan berbagai macam penyakit secara komplit pada
waktu itu.
12.
Ibnu Sina
(980 M – 1037 M) atau
lebih dikenal dengan nama latin Avicenna. Beliau adalah sosok
intelektual muslim yang sangat super jenius yang nyaris tidak ada tandingannya
hingga sekarang, terbukti saat masih berusia 10 tahun beliau telah hafal Al
Qur’an sebanyak 30 juz, dan pada umur 18 tahun beliau telah menguasai semua
ilmu pengetahuan yang ada pada saat itu (baik sains maupun sosial), terlihat
bahwa Ibnu Sina adalah sosok yang berwawasan sangat luas. Beliau adalah bapak
kedokteran sedunia, terbukti beliau sangat banyak membidani kelahiran ilmu
kedokteran, yang banyak dimanfaatkan oleh kaum terpelajar yang mendalami ilmu
kedokteran hingga saat ini, dan tak lekang oleh waktu dan zaman. Bukunya yang
terkenal di bidang kedokteran yaitu Qanun Fi At Thibb, yang telah
barabad-abad menjadi pegangan di universitas-universitas terkemuka di Eropa.
Selain itu, beliau juga menulis buku dalam jumlah kurang lebih sekitar 500 buah
buku, dalam bidang keilmuan : Matematika, Astronomi, Fisika, Mineralogi,
Ekonomi dan Politik. Namun, sayang hampir separuh buku karya beliau telah
lenyap saat ini, pasca tentara Mongol meyerbu kota Baghdad.
13.
Az Zarqali
(1025 M – 1087 M) adalah
ahli astronomi dan mekanika planet yang berdomisili di kota Cordoba, Spanyol.
Beliau sangat jauh mendahului Johannes Keppler (1571 M – 1630 M) bersama
Tycho Brahe, dalam masalah teori garis edar planet, dalam rangka
mengelilingi matahari. Dimana 500 tahun (lima abad) sebelum Keppler merumuskan
dan mengumumkan tiga postulatnya, beliau telah mengeluarkan teori yang berbunyi
”planet-planet beredar mengelilingi matahari berada dalam lintasan berbentuk
elips" . Namun, sayang teori ini dibantah keras oleh para penganut
ajaran Ptolemaeos dari kalangan umat nasrani Eropa Barat melalui sebuah
perdebatan yang sangat alot, yang disertai dengan berbagai macam adu argumen
pada waktu itu. Sama-sama dapat kita lihat, pada akhirnya mereka yang
membantahlah yang kalah sebenarnya, setelah kebenarannya dibuktikan dan
disempurnakan oleh Keppler melalui tiga postulatnya lima abad setelah
perdebatan tersebut. Namun, sayang bukan Az Zarqali yang lebih dikenang
kebanyakkan umat dan cendikiawan muslim saat ini, akan tetapi Keppler dan
Brahe, yang berstatus sebagai peneliti ulang sekaligus penyempurna teori Az
Zarqali-lah, yang sangat terkenal dikalangan kebanyakkan cendikiawan muslim
dimanapun berada saat ini. Az Zarqali adalah sosok ilmuwan muslim yang
terlupakan bagi kebanyakkan kalangan kaum cendikiawan muslim saat ini, tidak
seperti Keppler dan Brahe yang lebih populer di banyak kalangan cendikiawan
muslim saat ini.
14.
Al Khayyam
(1038 M – 1148 M) beliau
adalah sosok seorang ilmuwan di bidang : matematika dan fisika yang jenius,
dengan beberapa karya fenomenal, antara lain :
·
Dalam bidang matematika, beliau
merupakan ahli aljabar dengan penemuan paling fenomenal adalah berupa koefisien
binomial, yang sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului Blaise Pascal (1623 M
– 1662 M) sebelum menemukan segitiganya yang terkenal, yang disebut dengan
segitiga Pascal, dan sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului Sir Isaac
Newton (1642 M - 1727) sebelum mengeluarkan konsep binomial
Newtonnya.
·
Disamping itu masih ada karya beliau
yang cukup fenomenal dalam bidang matematika yaitu, berupa kemampuannya dalam
memecahkan masalah-masalah kubik, dan perhitungan yang akurat dalam perhitungan
luas bangun datar bidang dua dimensi, dan volume bangun ruang benda tiga
dimensi, yang mengilhami lahirnya teori integral pada abad-abad
setelahnya.
·
Selain itu masih ada beberapa karya
beliau yang terkenal lagi, yaitu di bidang : sya’ir, sufi dan fisika.
15.
Al Ghazzali (1058 M – 1111 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Algazel.
Beliau adalah seorang guru sufi yang terlahir di zaman puncak keemasan umat.
Selain sebagai seorang guru sufi, beliau juga menguasai ilmu logika dan ilmu
filsafat dengan baik. Ketika melihat penyimpangan-penyimpangan perkembangan
sains di lingkungan umat, beliau langsung melontarkan kritik tajam terhadap
mereka yang menyeleweng.
Setelah mengalami puncak kejayaan umat pada tahun 1150 M,
sains di kalangan umat Islam mulai mengalami penurunan. Sehingga setelah abad
ke-15 sekitar tahun 1400 M, sains di kalangan umat Islam telah mengalami
penurunan yang sangat drastis (telah redup), seperti yang dapat kita rasakan
sekarang.
BAB
III
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang Pendidikan Agama Islam ini
kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.
Kesimpulan:
Ø
Peranan
Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi,
paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh
umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah
Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya
standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat
Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah
akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat
manusia. Mari kita simak firman-Nya:
Ø
Kalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Ø
Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang
diwahyukan, yaitu pengetahuan tentang Al-qur'an dan hadis serta semua
pengetahuan tentang isinya yang biasa dikembangkan dalam tradisi islam.
Ø
Ilmu pendidikan Islam adalah Ilmu pendidikan yang
berdasarkan Al-qur'an, hadis, dan akal.
Ø
Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan
oleh seseorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia miliki
kepribadian muslim.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, al-Hajj, Yusuf. al-Qur’an
Kitab Sains dan Medis. Terj. Kamran Asad Irsyadi. Grafindo Khazanah Ilmu.
Jakarta. 2003.
al-Qardawi, Yusuf. Sunnah, Ilmu
Pengetahuan dan Peradaban. Terj. Abad Badruzzaman. PT. Tiara Wacana.
Yogyakarta. 2001.
Aly, Noer, Hery & Suparta,
Munzier. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. CV. Triasco. Jakarta. 2003.
Habib, Zainal. Islamisasi Sains.
UIN-Malang Press. Malang. 2007.
Shihab, Quraish, M. Membumikan
al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2004.
Wawasan al-Qur’an. Mizan.
Bandung. 2001.
Zainuddin, M. Filsafat Ilmu
Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta. 2006.
Hery Noer Aly & Munzier
Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta: CV. Triasco, 2003), h.
109.
M. Qusraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 433.
Membumikan al-Qur’an, (Bandung:
Mizan, 2004), h. 168.
M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436. Ibid,
h. 442.
Lihat Yusuf al-Qardawi, Sunnah,
Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.
Lihat Yusuf al-Hajj Ahmad,
al-Qur’an Kitab Sains dan Medis, terj. Kamran Asad Irsyadi, (Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu, 2003), cet.II.
Hery Noer Aly & Munzier
Suparta, op.cit., h. 109-110. Bandingkan dengan Zainal Habib, Islamisasi Sains,
(Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 14-18.
Dr.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Pt Remaja Rosdakarya.
Bandung, 1964.
Dra.
HJ. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam I, Cv Pustaka Setia, Jakarta. 1966
Kamil
Abushshamad, Muhammad. 2004. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Jakarta :
Penerbit Akbar Media Eka Sarana.
Baiquni,
Achmad. 1996. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Jakarta : Penerbit PT
Dana Bhakti Prima Yasa.
Al-Usairy,
Ahmad. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad ke-20. Jakarta :
Penerbit Akbar Media Eka Sarana.
keren artikelnya sepatu Grosir
BalasHapuska ini ada yg nyari di web ngga ? keren ka
BalasHapusGood Artikel
BalasHapusMy blog
ass, good banget bro , izin kopas ya
BalasHapus