Minggu, 26 April 2015

ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM



DAFTAR ISI








BAB I

PENDAHULUAN


1.       Latar Belakang

Sedemikian pentingnya ilmu pengetahuan tersebut, hingga Allah STW. berfriman dalam Al-qur’an yang berbunyi :Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah: 11).
Namun sebagian dari kita tidak banyak yang tahu bahwa sesungguhnya islamlah agama yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan di jaman modern seperti saat ini. Sebab ilmuan-ilmuan muslimlah yang menemukan teori-teori guna mempermudah kehidupan manusia. Juga untuk digunakan sebagai alat  pembuktian akan kekuasaan serta ke-Esaan Allah SWT. terhadap alam smesta ini. Adapun ilmuan muslim yang dimaksud diantaranya adalah :
1.    Ibnu Hayyan (731 M - 815 M)
2.    Al Khawarizmi (768 M - 840 M)
3.    Al Kindi (801 M – 873 M)
Dengan teori-teori yang berhasil mereka ciptakan itulah yang mampu mempermudah kehidupan manusia saat ini.
Ilmu pengetahuan itu sendiri merupakan panduan atau petunjuk yang telah diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai bekal untuk menjadi khalifah dalam mengelola dunia ini. Ibarat ketika kita membeli suatu barang elektronik maka kita akan dibekali buku panduan oleh produsennya guna dipelajari sehingga dapat menemukan cara terbaik dalam menggunakan, merawat serta memperbaiki barang elektronik tersebut. Begitupun dengan ilmu yang kita miliki saat ini, harus digunakan, dimanfaatkan serta di amalkan dengan tujuan yang baik agar sesuai dengan fitrahnya.
Oleh sebab itu, maka sangatlah penting agar kita semua mengetahui lebih dalam mengenai ilmu pengetahuan dalam agama islam terutama perannya terhadap peradaban dunia hingga saat ini.

2.       Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut:
1.    Bagaimana konsep umum pengetahuan dalam islam ?
2.    Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam islam ?
3.    Seperti apa etika islam dalam perkembangan iptek ?
4.    Siapa saja ilmuan-ilmuan muslim pada zaman keemasan Islam ?

3.       Tujuan Penulisan


1.    Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.
2.    Mengetahui para ilmuan muslim yang telah berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
3.    Mengetahui kontribusi islam dalam perdaban ilmu pengetahuan hingga saat ini.


BAB II

PEMBAHASAN


1.       Defenisi nilai Pendidikan islam

Nilai pada dasarnya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika dan biasa juga disebut filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Adapun yang menjadi sumber nilai dalam islam yakni al-quran dan hadis. Kedua sumber tersebut adalah sumber utama dari kajian tentang nilai-nilai dalam kehidupan umat islam.
Secara etimologi, kata pendidikan dalam bahasa yunani dikenal dengan paedagogos yang berarti menuntun anak. Dalam bahasa romawi dikenal dengan educare yang berarti membawa keluar (sesuatu yang ada di dalam). Bahasa belanda menyebut pendidikan dengan nama apvoeden yang berarti membesarkan atau mendewasakan, atau voden artinya memberi makan. Dalam bahasa inggris disebutkan dengan istilah educate/education yang berarti to give moral and intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual.
Menurut abdul fatah jalal pendidikan adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggungjawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat baginya.
Dari beberapa defenisi diatas baik dari  perspektif etimologis maupun terminologi, benang merah yang bisa kita tarik adalah bahwa pendidikan merupakan suatu wadah yang bertujuan mendewasakan umat manusia. Mendewasakan dalam artian mengantar manusia ke tingkat yang berahlak, berilmu, dan mampu hidup secara sosial.
Jadi, Nilai pendidikan islam adalah nilai moral yang menjadi tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya yang di ajarkan melalui lembaga-lembaga pendidikan.

2.       Pengertian Ilmu

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab علم, masdar dari عَـلِمَ – يَـعْـلَمُ yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954:5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.

3.       Syarat-syarat ilmu

Ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
a.       Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
b.      Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c.       Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
d.      Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

4.       Kedudukan Ilmu Menurut Islam

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al-qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al- qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Mahadi Ghulsyani (1995; 39) sebagai berikut:
‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al-qur’an dan Al–sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
Allah SWT. berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Mujadilah ayat 11 :
“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). Dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah SWT, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah SWT bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba–hambanya hanyalah ulama (orang berilmu); (surat faatir:28)
Disamping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, Al-qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti tercantum dalam Al-qur’an surat Thaha ayat 114:
 “Dan katakanlah, tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan “.
dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi sangat penting, dan islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca, sebagaimana terlihat dari firman Allah SWT. yang pertama diturunkan, yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5 yang artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca
Ayat–ayat trersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal, sehingga Nurcholis Madjid (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .

Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak negatif.

Di samping ayat–ayat Al-qur’an, banyak juga hadist yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu antara lain hadist berikut:
Ø  “Carilah ilmu walai sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (hadist riwayat Baihaqi).
Ø  “Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut“ (hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Ø  Dari hadist tersebut di atas, semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu, dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.

5.       Klasifikasi Ilmu menurut ulama Islam.

Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran Islam. Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’limu al-Muta‘alim ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan : “Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu al- hal) sebagaimana diungkapkan, sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan.”
Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah, maka wajib bagi manusia (Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji, mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat disayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain Ilmu Hal tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu:
a.         Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in. Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya , seperti yang tercakup dalam rukun Islam.
b.         Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi. yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
a.         Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
b.         Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
a.       Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmah dan falsafah. Yaitu ilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra - indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir.
b.      Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara.
Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu :
a.         Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
b.         Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
c.         Al maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif
Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu :
a.         Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori.
b.         Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli.

6.       Pengertian filsafat

Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut Ir. Pudjawijatna Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak. Menurut Sidi Gazlba Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen) ; batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatuyang diluar alam, yang disebut oleh agama Tuhan. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.

7.       Pengertian Filsafat Ilmu

Adanya perbedaan makna antara pengetahuan dan ilmu menurut pandangan filsafat, memiliki arti bahwa ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan. filsafat ilmu pada dasarnya merupakan upaya untuk menyoroti dan mengkaji ilmu, dia berkaitan dengan pengkajian tentang obyek ilmu, bagaimana memperolehnya serta bagaimana dampai etisnya bagi kehidupan masyarakat. Secara umum kajian filsafat ilmu mencakup 3 aspek, yaitu :
a.         Ontologi, Pengetahuan yang dikaji memiliki bidang studi yang jelas, dapat diidentifikasi, dapat diberi batasan, dan memiliki sifat essensial. Aspek ontologis berkaiatan dengan obyek ilmu. Setelah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian ontologi, Amsal Bakhtiar menyimpulkan sebagai berikut:
a)        Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos = ada, dan Logos = Ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
b)        Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (kongkret) maupun rohani (abstrak).


Dalam pemahaman ontologi, ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
a)        Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakekat yang berasal dari keseluruhan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan block universe.

Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
*        Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran yang sering juga disebut dengan naturalisme beranggapan bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya (jiwa dan ruh) tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini timbul tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai oleh filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran ini dapat berkembang, sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakekat adalah:
·            Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
·            Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani
·            Dalam sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti padi.
*         Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh atau sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakekat benda adalah ruhani, spirit dan sebagainya adalah:
·            Nilai ruh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakekat sebenarnya.
·            Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
·            Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.


b)       Dualisme
Aliran ini memandang bahwa hakekat itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat ruh. Materi bukan berasal dari ruh, dan ruh bukan berasal dari benda. Keduanya sama-sama hakekat.
c)        Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
d)       Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
·           Tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
·           Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
·           Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
e)        Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik itu hakekat materi maupun hakekat ruhani. Kata agnostosisme berasal dari bahasa Grik Agnostos  yang berarti unknown. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent. Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani.

b.        Epistimologi, Pengetahuan memiliki metode kerja yang jelas. Proses perolehan bidang studi atau objek tersebut memenuhi metode deduksi, induksi, atau eduksi. Pada metode deduksi, proses pengolahan bidang studi diuraikan dari suatu bidang yang sempit, sedangkan metode induksi, ilmu tersebut berproses dari bidang yang luas dan dikerucutkan menjadi bidang tertentu.
Epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya:

a)        Metode Induktif
Induksi adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
b)       Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah  lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori itu bersifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.

c)        Metode Positivisme
Metode yang dikeluarkan oleh August Comte ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, metode ini menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala.
d)       Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
e)        Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Kini, dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari, dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan, ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran, tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.

c.         Aksiologi , Pengetahuan atau bidang studi memiliki nilai guna dan manfaat. Dalam artian, tidak terdapat kerancuan, atau pun sifat kontradiktif (koheren). aspek axiologis berkaitan dengan pemanfatan ilmu
Aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai, dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumatri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Amsal bakhtiar telah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai definisi aksiologi dan menyimpulkan bahwa dalam aksiologi, permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, etika merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia. Dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu kondisi yang melibatkan norma-norma.

Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Menurut Kattsoff (2004) estetika merupakan suatu teori yang meliputi, (1) penyelidikan mengenai yang indah, (2) penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni, dan (3) pengalaman yang bertalian dengan seni, termasuk di dalamnya masalah penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan terhadap seni.

8.       Pengetahuan

Pengetahuan adalah semua yang diketahui 1 ini tentu bukanlah definisi pengetahuan,tetapi itu sudah lumayan untuk menjelaskan apa pengetahuan itu. Dalam pembicaraan sehari-hari sering kali dengar dengan istilah pengetahuan umum dan pengetahuan agama.
a.        Pengetahuan Umum
Pengetahuan sains adalah jenis pengetahuan manusia yang pertama.dalam bahasa indonesia yang pertama,pengetahuan ini disebut ilmu. Orang indonesia menyebut "sains" dengan"ilmu pengetahuan". Dalam bentuknya yang baku (hingga kini)pengetahuan sains mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradigmanya ialah paradigma sains,metodenya disebut metode sains.
Lanjutan pengetahuan sains yakni pengetahuan jenis kedua yang disebut dengan pengetahuan filsafat. Paradigma untuk pengetahuan filsafat kita sebut paradigma logis, metodenya disebut metode rasional yang mengandalkan pemikiran akal. Cara kerja metode ini sulit dijelaskan, yang dapat dikatakan ialah "mencari kebenaran tentang sesuatu dengan cara memikirkannya secara logis".
Pengetahuan mistik adalah jenis pengetahuan yang ketiga, yakni segala pengetahuan yang diperoleh lewat hati, diperoleh dengan cara melatih hati agar dapat merasakan, menangkap pengetahuan yang tidak dapat ditangkap oleh akal dikepala. Pengetahuan jenis ini objeknya diluar logika,yaitu supralogis.
b.        Pengetahuan Agama
Bila agama adalah wahyu tuhan, maka Al-qur'an itu isinya ada yang dapat dipahami secara sains, ada yang dapat dipahami secara filsafat, dan kebanyakan dapat dipahami secara mistik. Dilihat dari segi lain seluruh ayat Al-qur'an harus diterima dengan yakin, berarti semuanya masuk pengetahuan mistik. Jadi Al-qur'an itu isinya ada yang sains, logis, dan mistik.
Diatas itu ialah satu cara membagi pengetahuan manusia. Ada lagi cara membagi yang lain, yaitu:
a)        Pengetahuan yang diwahyukan, yaitu pengetahuan yang diterima, ini adalah pembagian menurut islam.
b)        Pengetahuan yang diperoleh, maksud diperoleh ialah dicari sendiri oleh manusia. Yang dimaksud dengan pengetahuan agama atau ilmu agama ialah penegtahuan yang diwahyukan, yaitu penegtahuan tentang Al-qur'an dan hadits serta semua pengetahuan tentang isinya yang biasanya dikembangkan dalam tradisi islam. Menurut islam, pengetahuan tidak ada segi baiknya bila tidak menunjukkan kepada hakikat pertama alam ini ialah Allah.

9.       Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan merupakan dua persoalan yang takkan selesai-selesai persoalannya, dalam ajaran Rasulullah SAW jauh sebelumnya telah menganjurkan kita untuk selalu mencari ilmu pengetahuan banyak hadis rasulullah SAW terkait masalah anjuran untuk menuntut ilmu pengetahuan diantaranyaTuntutlah ilmu dari buaian sampai lian lahad”.
Hadis lainbila hendak menginginkan kebahagiaan dunia maka tuntutlah ilmu demikian juga siapa yang menginginkan kabahagiaan akhirat maka haruslah dengan ilmu bahkan siapa yang menginginkan kebahagian dunia dan akhirat maka harus dengan ilmu
Masih banyak lagi hadis maupun ayat tentang perintah menuntut ilmu, hal ini menunjukkan betapa islam sangat memandang penting ilmu pengetahuan, anjuran isalm dalam mengarungi ilmu banyak sekali kita temukan baik itu ayat al quran, hadis, anjururan oleh para ulama, samapai pada pengajar dilembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal maupun nonformal.

10.  Hakikat Ilmu Pengetahuan

Menurut Quraish Shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali dalam al-Qur'an. Kata ini digunakan dalam proses pencapaian tujuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Jadi ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas tentang sesuatu. Pengetahuan yang tidak jelas dari segi ontology, epistimologi, maupun aksiologi di dalam Islam tidak dianggap sebagai ilmu walaupun orang menyebutnya ilmu juga. Persoalan hakikat ilmu pengetahuan atau apa sebenarnya pengetahuan (ontology) telah menjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum idealis. Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris, dengan pengertian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal atau indera yang bersifat empiris dan terdapat di alam materi yang ada di dunia ini. Sedangkan menurut kaum idealis, termasuk Islam, ilmu pengetahuan bukan hanya diperoleh dengan perantaraan akal dan indera yang bersifat empiris saja, tetapi juga ada pengetahuan yang bersifat immateri, yaitu ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah sebagai khaliq (Pencipta) pengetahuan tersebut.
Perintah al-Qur'an Untuk Mencari, Menemukan Dan Mempelajari Ilmu Perintah al-Qur'an untuk mencari ilmu dapat dipahami dari dua aspek: 1. Al-Qur'an menyusuh manusia menggunakan akal Ratio (akal) adalah merupakan salah satu dari perangkat anugerah (hidayah) yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Berdasarkan rumusnya ini, Marimba menyebutkan adalima unsure utama dalam pendidikan, yaitu : (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar;(2) ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan (5) dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Sebagai suatu agama,Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hinggahari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untukmengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al-Qur'an danal-Sunnah. Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al-Qur'an dan Hadits sejak awal telah menancapkan revolusi dibidang pendidikan dan pengajaran. Langkahyang ditempuh al-Qur'an initernyataamat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka dan seterusnya. Pendidikan dalam arti umum mencakup segalausaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,kecakapannya, serta keterampilannyakepada generasimuda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalampergaulanbersama, dengan sebaik-baiknya.corak pendidikan itu erat kaitannya dengan corakpenghidupan, karena jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalahcorak pendidikannya,agar si anak siapuntuk memasuki lapangan penghidupanitu. Pendidikan itu memang suatuusaha yang sangatsulit dan rumit, danmemakanwaktu yang cukup banyaklama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendakiberbagai macam teori dan pemikiran daripara ahli pendidikan dan juga ahlidari filsafat,gunamelancarkanjalandan memudahkan cara-cara bagipara guru dan pendidik dalam menyampaianilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan,sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengandebat tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yangideal. Tidak adasatupun dari permasalahan kitamendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir, yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentuakanmenyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Filsafat pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenaimasalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur'an dan al-Hadits sebagaisumber primer, dan pendapat para ahli,khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat Pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam. Jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,bebas,tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya. B. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yangmendasar, sistematik. Lgosi, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanyadilatarbelakangi olehpengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti maslaah tujuan pendidikan, maslaah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. C. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam 1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. 2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagaman saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduannya sekaligus. 3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya. 4. Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertenu dan perusahaan tertentu, supaya dapat iamencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan. 5. Persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, aktivitasnya.

11.  Pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Islam

a.         Bani Abbasiah di Baghdad
Berbicara ilmu pengetahuan dalam sejarah islam, maka tidak lepas dari masa daulah Abbasiah, yaitu sebuah pemerintahan yang didirikan pada tahun 132 H atau 750 M oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass, atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas al-Saffah. Masa Daulah Bani Abbasiah ini termasuk masa keemasan islam (the golden age of islam). Penyebabnya adalah berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat.
Perkembangan ilmu pengatahuan dalam daulah Abbasiah ini dirintis oleh khalifah yang ke 5, yaitu Abu Ja’far Harun al-Rasyid (786-806). Dia melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Hanya saja, dia tidak memfokuskan pada perluasan daerah kekuasaan, melainkan pada perkembangan kebudayaan islam. Apa yang diinginkan oleh Harun Al-Rasyid diwujudkan dalam bentuk pembangunan-pembangunan sarana-sarana sosial yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, diantaranya: Rumah Sakit dan lembaga pendidikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, serta kesusasteraan terwujud dengan baik pada masa ini. Maka tak heran ketika di masa ini islam menempatkan dirinya menjadi negara terkuat dan tak tertandingi.
Sesuatu yang dirintis oleh Harun al-Rasyid ini dilajutkan oleh sang putra mahkota, al-Makmun. Khalifah yang berkuasa selama kurang lebih 20 tahun ini menjadikan ilmu pengetahuan semakin berkembang di dunia islam. Salah satu cara yang ia tempuh adalah dengan melakukan penterjemahan berbagai karya dari beberapa macam disiplin keilmuan kedalam bahasa Arab. Cara yang dilakukan ini cukup efektif, karena orang islam akan dengan mudah mempelajari berbagai ilmu yang sebelumnya tidak ditemukan dalam islam, semisal filsafat, logika, dan lain sebagainya. Sehingga muncul pada periode ini beberapa filosof muslim, seperti: al-Kindi dan al-Farabi.
Di samping menggalakkan penterjemahan, al-Makmun juga mendirikan pusat penterjemahan yang sekaligus dijadikan pusat pendidikan yang diberi nama Baitul Hikmah. Di tempat inilah orang islam semakin memiliki pengetahuan luas. Pengetahuan yang akan memajukan peradaban islam. Pada masa inilah, Baghdad yang tak lain sebagai pusat pemerintahan islam didaulat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

b.        Bani Umayyah di Andalusia
Bani Umayyah pertama kali didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan melalui politik Arbitrase. Masa keemasan Daulah Umayyah ketika dipimpin oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Hanya saja perkembangan ilmu pengetahuan atau sain masih belum tampak pada periode-periode ini sampai akhirnya Daulah Umayyah hancur setelah direbut oleh Bani Abbasiah. Ketika semua keturunan Bani Umayyah dibunuh, dan satu yang berhasil lari ke Spanyol, yaitu Abdurrahman (756-788).
Bermula dari inilah, perkembangan Islam di Andalusia cukup pesat. Perhatian pemerintah pada ilmu pengetahuan cukup terasa. Abdul Rahman adalah seorang pemimpin yang terpelajar, berwibawa dan amat berminat di bidang kesastraan. Karena begitu cintanya pada bidang itu, ia mendirikan satu tempat khusus di dalam istanyanya yang diberi nama “Darul Madaniyat” untuk kegiatan kesusasteraan untuk kalangan wanita Andalus.
Setelah masa Abdul Rahman, penggantinya juga adalah seorang pemerintah yang menitikberatkan dibidang kelimuan. Jasa beliau yang terbesar adalah tentang penyebaran bahasa Arab dan melemahkan bahasa aing di di seluruh semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal). Beliau yang menjadikan bahasa arab sebagai Lingua Franca dalam hubungan antar bangsa pada zamannya dan zaman berikutnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menjadikan kota-kota di Spanyol pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban yang membuat banyak pelajar-pelajar Eropa menimba ilmu di sana. Andalusia sudah mengetahui bahwa matahari sebagai pusat tata surya, sedangkan saat itu bangsa Eropa masih memperdebatkan teori geosentris ptolemeus (bumi sebagai pusat edar). Betapa jauh peradaban Andalusia. Pada saat itu, Andalusia merupakan sebuah pusat pendidikan. Kota-kota seperti Toledo, Sevilla, Granada, dan Cordoba adalah tempat yang pernah menjadi sejarah bagi kejayaan Islam hingga 5 abad lamanya.
Ilmuan-ilmuan pun akhirnya bermunculan saat itu. Ahli matematika (Al-Khwarizmi, Orang pertama yang menulis buku berhitung dan aljabar), ahli kedokteran (Al-Kindi penulis buku ilmu mata, Ar-Razi atau Rhazez penulis buke kedokteran, Abu Al-Qasim al-Zahrawi ahli bedah, Ibnu Nafis penemu sirkulasi darah, dan Ibnu Sina), ahli satra (Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, Ibn Khaqan), ahli hukum, politik, ekonomi, astronomi (Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash, penentu gerhana dan pembuat teropong bintang modern), ahli hadits dan fikih (Ibnu Abdil Barr, Qadi Iyad), sejarah (Ibn Khaldun penemu teori sejarah), ahli kelautan (Ibnu Majid). Bahkan penjelajah Andalusia menginjakkan kakinya di Benua Amerika lima abad sebelum Christopher Colombus.

12.    Kegemilangan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Islam menganggap hanya manusia yang dihiasi dengan ilmu pengetahuan saja, golongan yang benar-benar bertakwa kepada Allah.
Jelas di sini bahawa ilmu pengetahuan dalam Islam mengandung satu arti ilmu yang menyeluruh dan berkesinambungan dan nilai yang tidak dapat dipisahkan sama sekali. Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi adalah antara cabang ilmu pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar kepada kelangsungan tamadun manusia.
Istilah sains itu sebenarnya berasal dari kata Latin, scientia dan pada bahasa Arab yang membawa pengertian sama yaitu ilmu pengetahuan. Pada asalnya, ilmu sains ini merangkum semua cabang ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia yang ahli seperti falsafah, matematik, astronomi, geografi, geologi, fisika, kimia, pengobatan dan sebagainya. Semua cabang ilmu itu disatukan dalam ilmu sains. Kemudian, apabila cabang ilmu itu semakin berkembang dan luas pembahasannya, cabang ilmu itu mulai memisahkan diri dari ilmu sains dan mulai membentuk identitas ilmunya sendiri. Maka, lahirlah ilmu geografi, ilmu pengobatan, ilmu fisika dan lain-lain. Al-Quran sumber sains Islam, bahkan al-Quran menganjurkan umat manusia baik beriman atau tidak, supaya menyelidiki alam sebagai tanda membuktikan wujud dan kebesaran Allah.
Di dalam al-Quran ada lebih 750 ayat menyuruh umatnya supaya belajar, merenung dan menggunakan akal dengan sebaik-baiknya mencari kebenaran hakiki.
Kegemilangan tamadun Islam pada waktu itu melahirkan beberapa tokoh ulama yang berjasa dan memberi sesuatu yang bermakna dalam perkembangan sains kepada umat manusia . Yang lebih menarik, sumbangsih pemikiran tokoh ulama Muslim mendapat tempat dan penghargaan tinggi di kalangan sarjana dan orientalis Barat sehingga karya mereka menjadi teks rujukan utama di Universitas Eropa dan juga diterjemahkan secara besar-besaran oleh sarjana dan orientalis Barat. Yang berarti bahwa ulama sains Muslim terlebih dahulu mempelopori bidang sains dan teknologi pada zaman dahulu.
Akhirnya, ilmu itu berpindah tangan ke Barat dan umat Islam tertinggal dalam bidang itu. Di antara tokoh ulama tersebut ialah Ibnu Rusd lebih terkenal sebagai ahli astronomi dengan bukunya yang banyak membahas secara sistematik geografi matematik dan astronomi di samping mengemukakan teori ahli astronomi Arab, Yunani dan India.
Begitu juga, seorang ulama bernama Muslim al-Farghani adalah seorang pakar Astronomi berasal dari Farghana, Uzbekistan. Beliau mengarang kitab al-Kamil fi al-Asturlab yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Compendium sehingga menjadi rujukan utama di seluruh pelusuk Eropa.
Di samping itu, muncul seorang ulama bernama Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad terkenal dengan al-Biruni. Di kalangan orientalis, beliau dianggap tokoh ilmuwan terbesar dan seorang experienmentalis ilmu yang tekun pada abad pertengahan Islam.
Beliau menguasai dengan baik bidang matematik, kedokteran , farmasi , asronomi dan fisik. Al Biruni juga dikategorikan sebagai ahli sejarah, geografi, kronologi, bahasa serta seorang pengkaji mengenai adat istiadat dan sistem kepercayaan. Beliau juga seorang ulama Islam.
Di dalam bidang pengobatan, Islam melahirkan seorang tokoh terkenal yaitu Abu Kasim al-Zahrawi sebagai seorang dokter dan ahli bedah Muslim. Beliau juga dikenal di Barat dengan nama Abulcasis. Di dalam bidang kedokteran, beliau dianggap perintis ilmu pengenalan penyakit (diagnosrie) dan cara penyembuhannya (the rapeutif) penyakit telinga. Dialah juga yang merintis bedah telinga untuk mengembalikan fungsi pendengaran. Bukan sekadar itu, beliau juga pelopor pengembangan ilmu penyakit kulit (dermatologi).

Beliau tidak ketinggalan mengarang buku ensiklopedia pengobatan yang berjudul Al-Tasrif Liman Anjaza al-Ta’lif (Medical Vademecum) yang menerangkan dan melukiskan dengan jelas diagram tidak kurang dari 200 peralatan bedah. Beliau juga terkenal sebagai dokter gigi. Ensiklopedia itu menjadi rujukan utama pengobatan di univercity Eropa.
Selain al-Zahrawi, Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Hasan Ali ibnu Sina. Beliau dikenal Barat dengan nama Aveccina. Lahir pada tahun 370 H di Afghanistan. Beliau dapat mendalami semua jenis cabang ilmu dalam usia yang muda hingga beliau dapat menguasai bidang logika, matematik, fisika, politik, kedokteran dan falsafah di samping ilmu agama.
Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H dinobatkan sebagai Fathers of Doctors. Beliau juga mengarang lebih 276 buah buku yang meliputi pelbagai bidang ilmu seperti falsafah, geometri, kedokteran, astronomi, musik, syair, teologi, politik, matematika, fisika, kimia, sastera, kosmologi dan sebagainya.
Diantara karya terbesar beliau ialah Al-Qanun fi al-Tibb himpunan segala disiplin ilmu yang beragam dan akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Canon of Medicine teks rujukan utama dalam bidang pengobatan. Buku lain ialah al-Syifa yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris The Book of Discovery dalam 18 jilid. Beliau pernah diberi julukan sebagai Rajanya Dokter atau Medicorum Principal.
Selain diatas tokoh ulama terkenal dalam bidang pengobatan ialah Abu al Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rushd yang terkenal di Barat dengan gelar Averroce. Beliau seorang ulama, ahli falsafah ulung dan pakar dalam bidang fisika, kedokteran, biologi dan astronomi. Beliau banyak mengkaji astronomi dan pernah konsentrasi sebagai dokter dan kadi besar di Cordoba.
Ibnu Rushd dikenal sebagai seorang perintis ilmu kedokteran umum serta perintis mengenai ilmu jaringan tubuh (Histologi). Beliau juga berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah serta penyakit cacar. Karya beliau yang berjudul Al Kulliyyah fi al-Tibb sebanyak 16 jilid, karya terbesar dan rujukan utama dalam bidang pengobatan. Kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul General Rules of Medicine.
Di dalam bidang kimia, muncul seorang tokoh ulama yaitu Jabir ibnu Hayyan al Kufi (Geber). Beberapa karya terbesarnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Perancis. Diantaranya, Kitab Dacing, Kitab Raksa Timur dan Kitab Kerajaan. Dia banyak memperkenalkan kegunaan praktik kimia seperti menyediakan keluli, mencelup kain dan kulit dan sebagainya.
Tokoh kimia yaitu Muhammad Abu Bakar al-Razi lebih terkenal sebagai ahli pengobatan kimia dan ada yang menganggap beliau sebagai pengagas kimia moden. Beliau mencatat dengan terperinci lebih 20 alat besi dan kaca. Beliau juga pakar dalam praktik pengobatan dengan pendapatnya penyembuhan penyakit adalah kilas balik kimia dalam tubuh seseorang.
Di dalam bidang fisik pula, al-Haitham lebih dikenal di dunia Barat sebagai Alhazen adalah tokoh optik paling terkenal dalam sejarah tamadun Islam

13.  Konsep Ilmu Dalam Islam

Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah SWT.  Dia-lah Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran (2:31, 55:2, 96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia  telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan (bayan)”
Wahyu, yang diterima oleh semua Nabi SAW/AS berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53). Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral (12:111).
Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran, di samping menunjukkan sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah, metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat ditemukan dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.
Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab (hadits Nabi SAW-pen). Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis Yunani dan Sophis, yang menganggap pengetahuan hanya imajinasi kosong. (Bahkan dalam agama manapun, tidak ada penghormatan, penjelasan, pendefinisian ilmu semassif Islam-pen)
Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.
Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam al-Quran adalah holistik dan utuh (berbeda dengan konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan ini sebagai bukti worldview tauhid dan monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks ini berarti persoalan-persoalan epistemologis harus selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup persoalan epistemologis meluas, baik dari wilayah (yang disebut) bidang  keagamaan dengan wilayah-wilayah (yang disebut sekuler)., karena worlview Islam tidak mengakui adanya perbedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya pembedaan semacam itu akan memberi implikasi penolokan hikmah dan petunjuk Allah SWT, dan hanya memberi perhatian dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara langsung meliputi kesatuan dan integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini menjadi jelas  jika kita merenungkan kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat al-Quran dan semua wujud di alam semesta. Konsep integralitas pengetahuan telah diuraikan al-Ghazali dalam kitabnya Jawahir al-Quran, di mana ia menegaskan bahwa ayat-ayat al-Quran yang menguraikan tentang bintang dan kesehatan, misalnya, hanya sepenuhnya dipahami masing-masing dengan pengetahuan astronomi dan kesehatan. Ibnu Rusyd dalam fasl al-maqal, juga memberikan penjelasan keterkaitan antara penafsiran keagamaan dan kefilsafatan dengan mengutip beberapa ayat al-Quran yang mendorong manusia meneliti dan menggambarkan kajian penciptaan langit dan bumi (7:185, 3:191, 88:17-18). Dengan hal yang sama, al-Quran juga mendorong manusia melakukan perjalanan di bumi untuk mempelajari nasib peradaban sebelumnya. Ini membentuk kajian sejarah, arkeologi, perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara utuh.
Dalam 41:53, secara kategoris, al-Quran menegaskan bahwa ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan di kedalaman batin manusia merupakan bagian yang berkaitan dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan kecocokan dan keutuhan yang saling terkait. Namun, keutuhan  dan kesatuan cabang-cabang pengetahuan ini tidak berarti bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara mereka. Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal langsung dari Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagia alam semesta. Semua pengetahuan lain yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari arti dan jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam al-Quran untuk kemajuan individu dan masyarakat.

14.  Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam

a.         Kewajiban Menuntut Ilmu
Manusia diciptakan lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah dengan dengan pemberian akal pikiran dalam penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Dengan akal itu Allah SWT telah memuliakan manusia, mengangkat derajatnya dengan derajat yang tinggi. Akal adalah alat untuk berpikir, Allah SWT menjadikan akal sebagai sumber tempat bermula dan dasar dari ilmu pengetahuan. Imam Ghazali mengatakan sebagaimana dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili, penyebutan kata  yang terkait dengan “al-‘aqlu” dalam Al-Qur’an sedikitnya ada lima puluh kali dan penyebutan ‘Uulin-nuhaa’ sebanyak dua kali.
Allah SWT berfirman dalam S. Al-Jastiyah ayat 3-5:
ان في السموات والارض لايات للمؤمنين(3) وفي خلقكم ومايبث من دابة ايات لقوم يوقنون(4) واختلاف اليل والنهار وماانزل الله من السماء من رزق فاحيابه الارض بعد موتها وتصريف الرياح ايات لقوم يعقلون(5)
Artinya: Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dalam setiap ciptaan Allah terdapat ilmu pengetahuan yang akan menunjukkan tanda-tanda Kebesaran Allah kepada manusia. Untuk menggali dan mendapatkan pengetahuan itu manusia harus menggunakan akal pikiran yang telah dianugerahkan kepadanya. Dalam hal ini wahyu dan akal saling mendukung dan melengkapi untuk mendapatkan tanda-tanda Kekuasaan Allah.
Agama Islam datang dengan memuliakan sekaligus mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah pemikiran Islam yang rahmatun lil’alamin Manusia harus dapat menggunakan kecerdasan yang dimilikinya untuk kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun  di akhirat.
Akal sebagai dasar dari ilmu pengetahuan memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk dan dapat memberikan argumen tentang kepercayaan dan keberagamaannya. Dengan kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu menentukan pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.
Islam juga meluaskan cakrawala manusia mengenai potensi intelektual, psikologis dan unsur - unsur penting penghidupan lainnya. Islam mengajarkan manusia untuk menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan akal yang dimilikinya manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
 Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu terus berkembang mengikuti zaman. Apabila manusia tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, niscaya pandangannya akan sempit yang berakibat lemahnya daya juang menghadapi jalan kehidupan yang cepat ini.
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekananya terhadap Ilmu (sains). Al-Qur’an dan al-Sunah  mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Allah SWT telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman:
واذا قيل انشزوا فانشزوا يرفع الله الذين امنوا منكم والذين اوتواالعلم درجات
“Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (al-Mujadalah 11).

Menurut al-Maraghi, tafsir dari ayat ini adalah bahwa Allah meninggikan orang-orang yang mukmin dengan mengikuti perintah-Nya dan perintah Rosul, khususnya orang-orang yang berilmu di antara mereka beberapa derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat keridlaan.[8] Ayat tersebut menunjukkan betapa Allah SWT sangat memuliakan orang-orang yang berilmu pengetahuan. Ayat tersebut juga memberikan gambaran kepada manusia mengenai kedudukan ilmu pengetahuan, sebagai bekal baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ada sebuah ungkapan terkenal mengenai bagaimana orang harus menuntut Ilmu;“Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri Cina”.(HR. Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi).
Maksud dari ungkapan tersebut adalah; bahwa ilmu harus dicari dan dikejar walaupun berada di negeri yang sangat jauh sekalipun. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa penting dan utamanya kegiatan Talab al-‘ilm, hingga harus dilakukan walau dengan perjalanan ke negeri yang sangat jauh sekalipun. Kata “negeri Cina” di atas hanya sebagai perumpamaan negeri yang sangat jauh, karena negeri Cina adalah negeri yang sangat jauh bagi umat Islam yang berada di Timur Tengah pada waktu itu. Jadi seandainya sekarang negeri yang perekembangan ilmu pengetahuannya paling maju, berada di belahan bumi bagian barat maka kesana pula kita harus mengejar ilmu itu.


Rasulullah menegaskan dengan sabda beliau:
طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه ابن ماجه)
Menuntut ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap orang Islam”.[10])HR. Ibnu Majjah)
Jelaslah dari sabda Rasul tesebut bahwasanya menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tanpa membedakan laki-laki ataupun perempuan. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, karena orang beribadah kepada Allah juga harus dengan ilmu. 

15.  Islam dan Ilmu Pengetahuan

a.         Kedudukan akal
Penciptaan manusia sengaja di lebihkan Tuhan dari penciptaan terhadap makhluk makhuk lain. Kelebihan manusia terletak pada akal, yang agaknya makhluk makhluk tidak ada yang dikaruniai akal selengkap manusia. Berkat akalnyalah manusia bisa terbang membumbung tinggi di angkasa, lebih pandai dari rajawali dan jenis burung apapun. Berkat akalnyalah manusia bisa masuk kedalam bumi, lebih pintar dari jenis binatang melata manapun. Dan berkat akal pula, manusia bisa berenang dan menyelam dalam air, lebih mahir dari pada ikan dan segala jenis binatang lautan.
Didalam islam akal inilah yang dijadikan ukuran taklif. Artinya terhadap orang yang akalnya tidak normal, islam mengecualikan dari tuntutan syariat agama. Dalam penyebaran islam banyak mendekati manusia dalam segi akal atau disebut rational approach. Banyak ayat ayat Al Qur’anyang bersifat menggugah akal. Dan berapa banyak hadits hadits Nabi yang isinya mengajurkan, mewajibkan kaum muslimin untuk mengembangkan akal dan menuntut ilmu pengetahuan. Ini menunjukan berapa tingginya martabat akal dan ilmu pengetahuan dalam pandangan islam.
Sebagai contoh firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,  dalam pergantian malam dan siang, disana terdapat ayat ayat Tuhan bagi mereka yang mempergunakan akal. (QS. Ali Imran : 18)
Bagaimana langit dan bumi diciptakan, apakah ada begitu saja tanpa ada yang menciptakan? Bagaimana pergantian siang dan malam? Kalau di pikir secara mendalam, sampai pada satu kesimpulan bahwa semua itu tidak terjadi begitu saja tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya. Kalau dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa bumi inilah tempat manusia menetap, maka penciptaan langit termasuk didalamnya matahari, penciptaan bumi dan pergantian malam dan siang itu, mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia untuk tinggal menetap di permukaan bumi ini. Oleh karena apa? Karena:
1.        Matahari yang di perkirakan panasnya 5000-6000°C, karena jaraknya dengan bumi yang sedang, maka panas/sinarnya yang sampai kebumi sedang pula. Sehingga tidak mematikan hidup dan kehidupan dibumi. Dan karena bumi berputar pada porosnya, maka kita yang tinggal di permukaannya bisa menerima sinar matahari secara bergiliran. Kadar sinar matahari yang sampai, sesuai benar dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia untuk menerimanya, di daerah manapun mereka berada dipermukaan bumi ini.
2.        Peredaran siang dan malam berkisar sekitar 24 jam, sehingga cocok untuk bekerja dan beristirahat manusia. Bagaimana kiranya, seandainya bumi kita ini seperti venus yang separuh bulatannya selalu menghadap matahari sehingga siang saja selamanya, sedang bagian lainnya selalu membelakangi matahari sehingga malam saja selamanya?
3.        Tentang kepadatan zat bumi, melebihi kepadatan zat setiap planet dalam solar sistem ini, bahkan kepadatan zat matahari itu sendiri. Dengan demikian manusia bisa berdiri tegak diatas permukaan bumi tersebut, tidak tenggelam tidak terbenam.
4.        Tentang daya magnit bumipun sedang pula, sehingga kita manusia bisa tegak di permukaannya. Andaikata magnit itu tidak cukup, apalagi tidak ada,  pasti kita akan terlempar dari permukaan bumi ini.
5.        Disamping sedangnya perputaran bumi diatas poros, sedang pula perputaranya di sekeliling matahari. Sehingga bisa menyuburkan musim musim yang sedang dan cocok untuk menumbuhkan tumbuh tumbuhan dan memasakan buah buahan.
6.        Disamping itu bumi memiliki sesuatu yang istimewa yaitu udara dan air, yang kedua duanya merupakan syarat mutlak untuk hidup. Andaikata nanti manusia ingin menetap di bulan sana, maka banyak perlengkapan hidup yang harus di datangkan dari bumi, diantaranya air dan udara.
Disinilah terletak rahasia kenapa harus bumi yang ditentukan Tuhan sebagai tempat menetap manusia. Rahasia ini tidak akan bisa di ketahui manusia tanpa mempergunakan akal dan ilmu pengetahuan.

16.  Pentingnya Pengetahuan dan Pendidikan Menurut al-Qur’an

Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah. 
Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini. 
Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai khalifah fil ardh. 
Dalam makalah ini akan dipaparkan pandangan Islam tentang pendidikan, pemerolehan pengetahuan (pendidikan), dan arah tujuan pemanfaatan pendidikan. 
Pendidikan Menurut al-Qur’an al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
Al-Qur’an juga telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. 
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat. 

Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan: 
“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah) 
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. 

Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.
Imam Syafi’i pernah menyatakan: 
“Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”. 
Dari sini, sudah seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat. Dalam al-Qur’an surat Thahaa ayat 114 disebutkan: 
“Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’.” 
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai jendela pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan: 
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan: 
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. 
Namun, pada dasarnya proses pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5: 
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”. 
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak. 
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan: 
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”. 
Al-Qur’an membimbing manusia agar selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan. 

Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan: 
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”. 
Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.
Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja. Pengetahuan juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39: 
“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan apa yang tidak kamu lihat (39)”. 
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:
“Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak. 
Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat. 
Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama. 
Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista. 
Islam selalu mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”. 
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 8 juga disebutkan: 
“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”. 
Dari sini dapat dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, manusia diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta. Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan manusia di muka bumi. 
Dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 disebutkan: 
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. 
Manusia tidak dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya berorientasi pada urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapkan tidak melupakan pengetahuan tentang urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia diharapkan mampu menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam mencari pengetahuan. 
Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32 menyebutkan: 
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. 
Islam menghendaki agar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang perlu bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 201 disebutkan: 
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. 
Kebaikan (hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud. Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman, kemakmuran dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan cita-cita itu sendiri. 
a.         Pemanfaatan Pengetahuan (Orientasi Pendidikan) 
Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan indera, manusia juga diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya dia mampu memahami apa yang tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan: 
“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”. 
Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya. 
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.
Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung mendorong manusia untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol maka yang terjadi adalah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan manusia dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan: 
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
Al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang mampu menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 disebutkan: 
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. 
Sabda Nabi saw.: 
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat”. 
Pisau akan sangat berguna ketika digunakan oleh orang yang berpikiran positif dan ahli dalam menggunakan pisau. Sebaliknya, ketika pisau digunakan oleh orang yang berpikiran negatif, niscaya bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan dihasilkan dari pisau itu, melainkan kemadharatan. 
Demikian halnya dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk mencapai kemanfaatan niscaya pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya, ketika pengunaan pengetahuan digunakan untuk kemadharatan, maka kemadharatan itulah yang akan didapat. 
Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti utama bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping memiliki kelebihan, kedua piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong untuk menunjukkan tentang hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu manusia dapat memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.
Wahyu yang diturunkan kepada manusia tidak hanya berisikan perintah dan larangan saja, akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas tentang bagaimana seharusnya hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an dikaji tentang sains dan teknologi sehingga tidaklah berlebihan jika kita menyebutnya sebagai kitab sains dan medis.
Namun, berbagai bentuk kemajuan sains dan teknologi serta ilmu pengetahuan tanpa didasari tujuan yang benar, niscaya hanya akan menjadi sebuah bumerang yang menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang saat ini manusia malah mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan dekadensi moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri bahkan lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi kehidupan manusia diharapkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan malah menimbulkan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan. 
Dalam Islam telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan. Apapun pengetahuan itu, baik kesyariatan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, ibarat pisau bermata dua yang dapat digunakan pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa atau berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan tentang atom umpamanya, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan perdamaian dan kemanusiaan, tapi dapat pula digunakan untuk menghancurkan kebudayaan manusia melalui senjata-senjata nuklir. Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi adalah akibat dari ulah manusia sendiri. Dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 disebutkan: 
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia”. 
Manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi khalifah fil ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok dari penciptaan manusia, sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56: 
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. 
Dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85 disebutkan: 
“Sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman“. 
Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan kehidupan manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam.
Dari deskripsi singkat di atas, dapat dipahami bahwa al-Qur’an telah memberikan rambu-rambu yang jelas kepada kita tentang konsep pendidikan yang komperehensif. Yaitu pendidikan yang tidak hanya berorientasi untuk kepentingan hidup di dunia saja, akan tetapi juga berorientasi untuk keberhasilan hidup di akhirat kelak. Karena kehidupan dunia ini adalah jembatan untuk menuju kehidupan sebenarnya, yaitu kehidupan di akhirat. 
Manusia sebagai insan kamil dilengkapi dua piranti penting untuk memperoleh pengetahuan, yaitu akal dan hati. Yang dengan dua piranti ini manusia mampu memahami “bacaan” yang ada di sekitarnya. Fenomena maupun nomena yang mampu untuk ditelaahnya. Karena hanya manusia makhluk yang diberi kelebihan ini. 
Pengetahuan yang telah didapat manusia sudah seyogyanya diorientasikan untuk kepentingan seluruh umat manusia. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia seluruhnya. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa manusia juga hidup berdampingan dengan lingkungan, sehingga tidak bisa serta merta kemajuan pengetahuan pengetahuan dan teknologi malah menghancurkan dan merusak keseimbangan alam. Karena sudah menjadi tugas manusia untuk melestarikan alam ini sebagai pengejawantahan kekhalifahan manusia sekaligus bentuk ta’abbudnya kepada Allah swt.

17.  Peran dan Pentingnya Ilmu Pengetahuan Menurut Agama

Menurut al-Ghazali, tujuan kita mempelajari ilmu pengetahuan dari segi agama ada tiga yaitu, Ilmu pengetahuan sebagai wujud ibadah kepada Allah; Pembentukan akhlaq al karimah; Mengantarkan peserta didik mencapai kehidupan dunia dan akhirat. Salah satu cara umat muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan mencari ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuan kita tidak menjadi orang yang bodoh.
Dan Allah berjanji jika kita mencari ilmu, kita akan memperoleh derajat yang tinggi. Baik derajat tinggi di dalam kehidupan dunia maupun di akherat. Dari wajibnya Nabi sampai bersabda untuk mencari ilmu sampai negeri Cina, Dan kita wajib mencari ilmu dari buaian hingga liang lahat.
Antara ilmu dan iman sangat berkaitan dan berhubungan. Seorang yang berilmu tanpa mempunyai iman akan berakibat pemanfaatan pengetahuan secara berlebihan. Sedang orang beriman tanpa ilmu akan berakibat kebodohan dalam beribadah. Dan orang yang paling baik adalah orang yang memiliki ilmu dan iman. Dan menurut saya, orang yang paling buruk adalah orang yang tidak memiliki ilmu dan iman.

18.  Peran Islam dalam perkembangan iptek

Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatism/ utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.


Hal hal yang berkaitan peran Islam dalam perkembangan IPTEK

3.1     Paradigma Hubungan Agama-Iptek

Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) (Jujun S. Suriasumantri, 1992). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari (Jujun S. Suriasumantri, 1986). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan muamalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma :
a.        Paradagima Sekuler
Yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-dinan al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
b.        Paradigma Sosialis
Yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.
Paradigma tersebut didasarkan pada pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx mengatakan: “Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.” (Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama adalah candu bagi rakyat)
Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal, 1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000: 110).
c.         Paradigma Islam
Yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits-- menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun : “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (Qs. sl-Alaq [96]: 1).
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117). Firman Allah SWT:
“kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala sesuatu.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 126).
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. ath-Thalaq [65]: 12).

3.2    Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).

3.3    Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3). Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].

19.  Tokoh-Tokoh Ilmuan Muslim Di Zaman Keemasan Umat

George Sarton, seorang penulis History of Science, membagi tiap abad dalam selang waktu (periode) 50 tahun dan mengaitkan masing-masing periode tersebut dengan tokoh ilmuwan yang paling menonjol dalam selang waktu tersebut. Tampak dalam tulisannya selama 350 tahun (3,5 abad) sains dimonopoli oleh ilmuwan islam berkebangsaan : Arab, Turki, Afghanistan dan Persia.
Mereka adalah para ilmuwan di bidang : matematika, kedokteran, fisika, astronomi dan kimia. Selain ahli di bidang keilmuan sains, mereka juga sangat memahami ajaran agama dengan baik, sehingga mereka sangat taat dalam menjalankan ajaran agama. Disamping itu, pada umumnya mereka juga ahli di bidang ilmu sosial dan ilmu sains secara rangkap (penguasaan lebih dari satu cabang ilmu sains), yang merupakan karakteristik ilmuwan yang sangat langka di zaman modern ini. Adapun diantara mereka, adalah sebagai berikut :
1.         Ibnu Hayyan (731 M – 815 M) atau di Eropa dikenal dengan nama Jeber / Geber / Ceber. Beliau adalah seorang ahli filosof dan logika, yang bekerja di bidang fisika dan kedokteran. Namun, selain itu beliau juga memiliki keahlian yang luar biasa di bidang kimia. Beliau sangat mahir dalam perkara prosedur pemisahan zat kimia, seperti : kristalisasi, destilasi, kalsinasi, ekstraksi, dan sebagainya. Keahlian lain yang dimilikinya, adalah kemampuan yang baik dalam membuat berbagai macam jenis zat asam. Sehingga tampak, bahwa beliaulah ilmuwan pertama kali yang menemukan berbagai macam prinsip-prinsip pemisahan zat dalam ilmu kimia yang terpakai hingga zaman sekarang, dalam bidang keilmuan fisika dan kimia. Maka tampaklah, jika beliau tidak ada sudah pasti minyak bumi sampai sekarang tidak akan bisa diolah menjadi beberapa fraksi-fraksinya, berupa : bensin, avtur, solar, dan sebagainya. Karena proses pengolahan minyak bumi menjadi berbagai macam fraksinya diatas, berkaitan dengan proses destilasi. Jadi secara otomatis, tidak akan ada kegiatan industrialisasi dan transportasi sampai saat ini. Selain itu, dapat juga kita lihat jika beliau tidak ada, sudah pasti tidak akan ada proses pembuatan gula dan garam yang berkaitan dengan proses kristalisasi.
2.         Al Khawarizmi (768 M – 840 M) atau di Eropa dikenal dengan nama Algorism. Beliau sangat terkenal dalam ilmu hitung atau aritmatika (ilmu deret), yang merupakan bagian dari ilmu matematika. Beliau memiliki sebuah buku yang sangat terkenal yaitu Aljabar wal Muqobalah yang terkenal di Eropa. Adapun bentuk karya beliau yang fenomenal antara lain :
·           Algorithm atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Algoritma yang dapat diartikan secara umum sebagai urutan langkah yang harus ditempuh dalam memecahkan suatu permasalahan. Algoritma merupakan jantung ilmu informatika / komputer. Maka, tanpa kehadiran beliau dalam percaturan dunia sains, sudah pasti dapat diketahui bahwa, tidak akan ada teknologi komputer di zaman modern ini. 
·           Dalam bidang keilmuan geografi dan perbintangan (astronomi), beliau juga memiliki karya fenomenal; hal ini dibuktikan dengan adanya karya beliau dalam bidang tabel astronomis.
3.         Al Kindi (801 M – 873 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Alkindus. Beliau adalah seorang filosof, namun juga memiliki keahlian di berbagai macam bidang sains : kimia, fisika, geografi, kedokteran dan matematika. Karya-karya beliau yang fenomenal, terdapat dalam bidang keilmuan sains berikut :
·           Dalam bidang optika geometrik, sebenarnya beliaulah ilmuwan pertama kali yang membahas hukum pemantulan cahaya sebelum disempurnakan dengan sebuah persamaan matematis oleh matematikawan berkebangsaan Belanda, Willebrord Snellius (1580 M – 1626 M), pada tahun 1621 (kurang lebih delapan abad setelah kiprahnya). Alkindus telah berhasil menemukan hukum pemantulan cahaya, yang berbunyi : ”sudut datang sama besarnya dengan sudut pantul”, dimana penemuan beliau merupakan dasar ilmu penemuan dan pengembangan alat-alat optik di zaman-zaman selanjutnya, termasuk di zaman modern saat ini, seperti : teropong (teleskop), kacamata, proyektor, mikroskop, lup dan sebagainya. 
·           Dalam bidang fenomena gelombang beliau juga memiliki sejumlah karya yang cukup fenomenal, yang banyak terpakai dalam pengembangan ilmu pengetahuan di zaman modern ini, semua karya beliau tentang optika geometrik dan fenomena gelombang telah terintegrasi dalam ilmu fisika di zaman modern ini. Tampaknya, kita semua harus bersyukur dengan kehadiran beliau dalam percaturan ilmu sains. Jika beliau tidak ada, maka di zaman modern ini, sudah pasti tidak akan ada : Teropong, Slide, OHP, Hand Phone, Telepon, Televisi, Radio, Sistem Navigasi dan sebagainya. 
·           Dalam bidang kimia, beliau telah berhasil mematahkan ajaran Mesir kuno tentang transmutasi logam-logam menjadi emas. Terbukti hingga saat ini tidak ada eksperimen kimia yang berhasil merubah sebuah logam menjadi emas. Transmutasi logam-logam adalah adanya sebuah usaha untuk merubah sebuah logam, seperti : besi, timah, nikel, dan sebagainya menjadi emas.
4.         Ibnu Qurroh (826 M – 901 M) adalah ahli ilmu perbintangan (astronomi) dan matematika. Selain ahli matematika dan astronomi, beliau banyak menulis di bidang kedokteran, fisika dan ilmu filsafat.
5.         Al Battani (858 M – 929 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Albategnius. Beliau adalah ahli matematika dan astronom. Beliau mamiliki dua karya yang fenomenal dalam matematika dan astronomi, yaitu :
·           Dalam bidang matematika, sebenarnya beliaulah ilmuwan yang pertama kali memperkenalkan fungsi trigonometri, berupa : sinus, cosinus, tangens, secan, cosecan dan cotangens. 
·           Dalam bidang astronomi, beliaulah ilmuwan yang paling pertama kali berhasil mengukur lamanya waktu dalam satu tahun masehi secara teliti, yaitu : 365 hari 5 jam 46 menit 24 detik. Sehingga, dari hasil pengukuran beliau inilah, terdapat suatu perhitungan yang menyatakan bahwa sekali dalam kurun waktu 4 tahun, terdapat satu tahun kabisat dalam tahun masehi.
Namun banyak diantara kaum cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu saat ini yang tidak mengenal beliau. Bahkan yang sangat disayangkan lagi, mereka yang tidak mengenal beliau, banyak yang berkecimpung di bidang matematika dan astronomi. Padahal tanpa beliau, tidak akan ada perkembangan ilmu matematika, astronomi dan aplikasinya di bidang tekhnologi yang berkaitan hingga saat ini, terutama sekali pengembangan dan penemuan IPTEK yang banyak mempergunakan fungsi trigonometri dalam proses penciptaan dan pengembangannya.
6.         Ar Razi (865 M – 925 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Rhazes. Beliau adalah ahli kedokteran klinis dan kimia. Karya beliau yang paling fenomenal adalah di bidang kimia, yang dapat dikatakan sebagai penerus kiprah Ibnu Hayyan. Beliau mempergunakan peralatan canggih, sehingga bisa mengamati dan mencatat sifat kimiawi dari objek eksperimen yang ditelitinya di laboraturium. Sehingga, semua hasil eksperimen beliau telah dibukukan dalam bentuk sebuah buku karangan beliau, berupa buku manual laboraturium yang telah berhasil menjadi buku pegangan untuk setiap objek eksperimen kimia di sejumlah laboraturium terkemuka di Eropa, selama berabad-abad.
7.         Al Farabi (870 M – 950 M) atau di Eropa lebih dikenal dengan nama Alpharabius. Beliau adalah seorang filosof terkemuka. Namun, demikian beliau juga ahli dalam bidang : sosial politik, matematika, farmasi dan fisika. Karya beliau yang paling fenomenal dalam ilmu fisika adalah mengenai fenomena gelombang bunyi yang dipergunakan dalam not nada musik, yang dimulai dengan nada dasar pada frekuensi 400 Hz hingga kenaikkan dalam frekuensi tertentu, yang dapat menghasilkan bunyi not nada secara bertingkat. Semua hasil karya beliau telah terdokumentasi dalam bukunya yang berjudul Kitab Al Musiqa.
8.         Selain itu masih ada lagi karya beliau di bidang : etika, ilmu sosial dan politik.Az Zahrawi (936 M – 1013 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Albucasis. Beliau adalah ahli kedokteran dan kedokteran gigi terkemuka, yang banyak membidani lahirnya ilmu kedokteran dalam spesialisasi ilmu bedah dan ilmu kedokteran gigi. Selama kiprahnya dalam dunia sains beliau telah berhasil membidani sejumlah karya ilmiah, antara lain :
·           Karena beliau ahli bedah yang tersohor di zamannya, di dalam bukunya yang berjudul At Tasif, yang merupakan ensiklopedi medis raksasa yang terdiri atas 30 jilid, terdapat uraian tekhnik tentang : pengambilan batu ginjal lewat bedah, bedah mata, bedah telinga dan bedah tenggorokkan. Selain itu, dalam buku tersebut beliau juga menampilkan bagaimana tekhnik membedah dan mengambil janin yang telah mati di dalam rahim seorang ibu, dan tekhnik amputasi bagian tubuh manusia. Dalam buku tersebut dilengkapi dengan diagram kerja praktis dan berbagai macam peralatan yang akan dipergunakan dalam proses pembedahan. 
·           Dalam ilmu kedokteran gigi, beliau juga berhasil mematenkan tekhnik pembuatan protese dan cara memperbaiki gigi-geligi yang bengkok.
9.         Al Buzjani (940 M – 997 M) beliau adalah kiprah penerus Al Battani, yang memiliki keahlian dalam bidang matematika dan astronomi. Beliau memiliki dua buah karya buku yang terkenal, yaitu : ’Ilm Al Hisab (aritmatika) dan ’Ilm Al Handasah (geometri). Beliau juga telah berhasil membuat tabel zhil dan meneruskan kiprah Al Battani dalam rangka pengembangan ilmu trigonometri, menjadi trigonometri sferik yang membidani banyaknya lahir teori dalam ilmu astronomi hingga zaman sekarang. Namun, nasib beliau setali tiga uang dengan Al Battani bagi para ilmuwan muslim saat ini. Karena sangat banyak diantara kaum cendikiawan muslim saat ini yang tidak kenal dengan siapa itu Al Buzjani ? Bahkan, diantara mereka yang tidak kenal beliau, malah ada yang berkecimpung di bidang keilmuan sains astronomi dan matematika. Tidak seperti : Sonya Kovalevsky, Erwin Schrodinger, Albert Einstein, Galileo Galilei, Johannes Keppler, dan sebagainya.
Tanpa jika Al Battani dan Al Buzjani tidak ada, maka segala keilmuan sains : fisika, matematika dan astronomi tidak akan berkembang hingga zaman sekarang. Padahal, tanpa Al Battani dan Al Buzjani, Erwin Schrodinger tidak akan bisa memecahkan persamaannya, yang terkenal dalam bidang fisika kuatum saat ini, yang melibatkan bentuk persamaan trigonometri. Bahkan, sejenius apapun seorang Sonya Kovalevsky sebenarnya tidak berarti apa-apa dihadapan seorang Al Battani dan Al Buzjani.   
10.     Ibnu Al Haitham (965 M – 1039 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Alhazen. Beliau adalah sosok intelektual muslim yang sangat jenius dan memiliki banyak keahlian di bidang : matematika, fisika, astronomi dan kedokteran. Sehingga banyak menghasilkan banyak karya yang sangat fenomenal, yang merupakan dasar pengembangan ilmu sains hingga saat ini, terutama di bidang : matematika, fisika, astronomi dan kedokteran. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hasil karya beliau, antara lain :
·           Dalam bidang matematika, beliaulah ilmuwan pertama kali yang berhasil menggabungkan aljabar dengan geometri, sehingga menghasilkan cabang ilmu geometri analitik. 
·           Dalam bidang kedokteran dalam sebuah bukunya Kitab Al Manazhir beliau berhasil membahas secara tuntas mengenai anatomi mata manusia, yang merupakan dasar ilmu mutlak yang harus dipelajari bagi mahasiswa kedokteran hingga saat ini. 
·           Dalam sains fisika beliau memiliki sangat banyak karya yang fenomenal, diantaranya :
1.        Dalam melanjutkan kiprah Al Kindi di bidang optika geometrik beliau berhasil melakukan berbagai macam analisis tentang pemantulan cermin dan lensa, meneliti tentang pemantulan pada cermin sferis dan parabolis, meriset pembiasan lensa. 
2.        Dalam mekanika klasik beliau telah berhasil membahas mengenai gaya aksi-reaksi antara dua benda yang saling berinteraksi, dimana dalam hal ini beliau sangat jauh mendahului Sir Isaac Newton (1642 M - 1727) selama 6 abad, yang baru mengemukakan salah satu postulatnya tentang hal ini, dalam sebuah postulat yang dikenal dengan Hukum III Newton. 
3.        Karya beliau dalam mekanika klasik masih terpakai hingga saat ini, yaitu tentang konsep kelembaman benda yang dikenal dengan momen inersia dan konsep torka (momen gaya). 
4.        Dan masih banyak lagi karya beliau yang terpakai dalam pengembangan ilmu fisika hingga saat ini.
Hingga saat ini nama beliau tidak begitu populer dikalangan candikiawan muslim, tidak seperti : Archimedes, Galileo Galelei, Albert Einstein, Johanes Bernoulli, Erwin Schrodinger, Richard P. Feynman, James Clark Maxwell, Marrie Currie dan sebagainya, yang terus terlahir di zaman modern ini dengan berbagai macam penemuannya yang telah menghasilkan nobel, yang telah membuat dirinya terkenal sejagad raya.
11.     Al Bairuni (937 M – 1048 M) beliau adalah seorang ilmuwan muslim yang cukup kompleks, yang memiliki banyak keahlian di bidang : geografi, matematika, fisika, geologi, farmasi, kedokteran dan astronomi. Dari sosok beliau yang sangat cerdas, telah mampu menghasilkan beberapa karya fenomenal, antara lain :
·           Dalam keilmuan geologi beliau telah menulis sebuah buku yang berjudul Kitab Al Jamahir. Buku ini banyak berisikan tentang mineral yang terkandung di dalam lapisan tanah. 
·           Dalam bidang astronomi beliau juga telah menulis sebuah buku yang berjudul Qanun Al Mas’udi, dimana dalam buku inilah yang menjadikan beliau, sebagai orang pertama yang berhasil menceritakan tentang perputaran bumi mengelilingi sumbunya. Disamping itu, secara spektakuler dalam buku ini beliau berhasil menyatakan bahwa universalitas gaya tarik menarik yang sama antara benda yang ada dilangit dan di bumi, yang selanjutnya di kenal dengan hukum gravitasi Newton. 
·           Dalam bidang keilmuan farmasi dan kedokteran, beliau juga memiliki sebuah karya yang sangat fenomenal yang terdapat dalam buku beliau yang berjudul Kitab As Saidina, yang berisikan segala macam pengobatan berbagai macam penyakit secara komplit pada waktu itu.
12.     Ibnu Sina (980 M – 1037 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Avicenna. Beliau adalah sosok intelektual muslim yang sangat super jenius yang nyaris tidak ada tandingannya hingga sekarang, terbukti saat masih berusia 10 tahun beliau telah hafal Al Qur’an sebanyak 30 juz, dan pada umur 18 tahun beliau telah menguasai semua ilmu pengetahuan yang ada pada saat itu (baik sains maupun sosial), terlihat bahwa Ibnu Sina adalah sosok yang berwawasan sangat luas. Beliau adalah bapak kedokteran sedunia, terbukti beliau sangat banyak membidani kelahiran ilmu kedokteran, yang banyak dimanfaatkan oleh kaum terpelajar yang mendalami ilmu kedokteran hingga saat ini, dan tak lekang oleh waktu dan zaman. Bukunya yang terkenal di bidang kedokteran yaitu Qanun Fi At Thibb, yang telah barabad-abad menjadi pegangan di universitas-universitas terkemuka di Eropa. Selain itu, beliau juga menulis buku dalam jumlah kurang lebih sekitar 500 buah buku, dalam bidang keilmuan : Matematika, Astronomi, Fisika, Mineralogi, Ekonomi dan Politik. Namun, sayang hampir separuh buku karya beliau telah lenyap saat ini, pasca tentara Mongol meyerbu kota Baghdad.
13.     Az Zarqali (1025 M – 1087 M) adalah ahli astronomi dan mekanika planet yang berdomisili di kota Cordoba, Spanyol. Beliau sangat jauh mendahului Johannes Keppler (1571 M – 1630 M) bersama Tycho Brahe, dalam masalah teori garis edar planet, dalam rangka mengelilingi matahari. Dimana 500 tahun (lima abad) sebelum Keppler merumuskan dan mengumumkan tiga postulatnya, beliau telah mengeluarkan teori yang berbunyi ”planet-planet beredar mengelilingi matahari berada dalam lintasan berbentuk elips" . Namun, sayang teori ini dibantah keras oleh para penganut ajaran Ptolemaeos dari kalangan umat nasrani Eropa Barat melalui sebuah perdebatan yang sangat alot, yang disertai dengan berbagai macam adu argumen pada waktu itu. Sama-sama dapat kita lihat, pada akhirnya mereka yang membantahlah yang kalah sebenarnya, setelah kebenarannya dibuktikan dan disempurnakan oleh Keppler melalui tiga postulatnya lima abad setelah perdebatan tersebut. Namun, sayang bukan Az Zarqali yang lebih dikenang kebanyakkan umat dan cendikiawan muslim saat ini, akan tetapi Keppler dan Brahe, yang berstatus sebagai peneliti ulang sekaligus penyempurna teori Az Zarqali-lah, yang sangat terkenal dikalangan kebanyakkan cendikiawan muslim dimanapun berada saat ini. Az Zarqali adalah sosok ilmuwan muslim yang terlupakan bagi kebanyakkan kalangan kaum cendikiawan muslim saat ini, tidak seperti Keppler dan Brahe yang lebih populer di banyak kalangan cendikiawan muslim saat ini.
14.     Al Khayyam (1038 M – 1148 M) beliau adalah sosok seorang ilmuwan di bidang : matematika dan fisika yang jenius, dengan beberapa karya fenomenal, antara lain :
·           Dalam bidang matematika, beliau merupakan ahli aljabar dengan penemuan paling fenomenal adalah berupa koefisien binomial, yang sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului Blaise Pascal (1623 M – 1662 M) sebelum menemukan segitiganya yang terkenal, yang disebut dengan segitiga Pascal, dan sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului Sir Isaac Newton (1642 M - 1727) sebelum mengeluarkan konsep binomial Newtonnya. 
·           Disamping itu masih ada karya beliau yang cukup fenomenal dalam bidang matematika yaitu, berupa kemampuannya dalam memecahkan masalah-masalah kubik, dan perhitungan yang akurat dalam perhitungan luas bangun datar bidang dua dimensi, dan volume bangun ruang benda tiga dimensi, yang mengilhami lahirnya teori integral pada abad-abad setelahnya. 
·           Selain itu masih ada beberapa karya beliau yang terkenal lagi, yaitu di bidang : sya’ir, sufi dan fisika.
15.     Al Ghazzali (1058 M – 1111 M) atau lebih dikenal dengan nama latin Algazel. Beliau adalah seorang guru sufi yang terlahir di zaman puncak keemasan umat. Selain sebagai seorang guru sufi, beliau juga menguasai ilmu logika dan ilmu filsafat dengan baik. Ketika melihat penyimpangan-penyimpangan perkembangan sains di lingkungan umat, beliau langsung melontarkan kritik tajam terhadap mereka yang menyeleweng.

Setelah mengalami puncak kejayaan umat pada tahun 1150 M, sains di kalangan umat Islam mulai mengalami penurunan. Sehingga setelah abad ke-15 sekitar tahun 1400 M, sains di kalangan umat Islam telah mengalami penurunan yang sangat drastis (telah redup), seperti yang dapat kita rasakan sekarang.




BAB III

PENUTUP


Demikianlah makalah tentang Pendidikan Agama Islam ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

Kesimpulan:

Ø  Peranan Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak firman-Nya:
Ø  Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs. al-A’raaf [7]: 96).
Ø  Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang diwahyukan, yaitu pengetahuan tentang Al-qur'an dan hadis serta semua pengetahuan tentang isinya yang biasa dikembangkan dalam tradisi islam.
Ø  Ilmu pendidikan Islam adalah Ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-qur'an, hadis, dan akal.
Ø  Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia miliki kepribadian muslim.



DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, al-Hajj, Yusuf. al-Qur’an Kitab Sains dan Medis. Terj. Kamran Asad Irsyadi. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta. 2003.
al-Qardawi, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Terj. Abad Badruzzaman. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta. 2001.
Aly, Noer, Hery & Suparta, Munzier. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. CV. Triasco. Jakarta. 2003.
Habib, Zainal. Islamisasi Sains. UIN-Malang Press. Malang. 2007.
Shihab, Quraish, M. Membumikan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2004.
Wawasan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2001.
Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta. 2006.
Hery Noer Aly & Munzier Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta: CV. Triasco, 2003), h. 109.
M. Qusraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 433.
Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), h. 168.
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), h. 436. Ibid, h. 442.
Lihat Yusuf al-Qardawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 117-121.
Lihat Yusuf al-Hajj Ahmad, al-Qur’an Kitab Sains dan Medis, terj. Kamran Asad Irsyadi, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2003), cet.II.
Hery Noer Aly & Munzier Suparta, op.cit., h. 109-110. Bandingkan dengan Zainal Habib, Islamisasi Sains, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 14-18.
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Pt Remaja Rosdakarya. Bandung, 1964.
Dra. HJ. Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam I, Cv Pustaka Setia, Jakarta. 1966
Kamil Abushshamad, Muhammad. 2004. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Jakarta : Penerbit Akbar Media Eka Sarana.
Baiquni, Achmad. 1996. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Jakarta : Penerbit PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Al-Usairy, Ahmad. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad ke-20. Jakarta : Penerbit Akbar Media Eka Sarana.

4 komentar: